TUJUAN
penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Artinya
seluruh dimensi ruang dan waktu memiliki nilai yang sakral karena
seluruh makhluk selalu bertasbih dan beribadah hanya kepada Allah SWT.
Inilah salah satu kunci utama ajaran Islam yang diyakini merupakan
ajaran final yang lengkap dan paripurna (syamil).
Pertanyaannya
adalah “apakah dalam seluruh dimensi ruang dan waktu dalam Islam yang
bernilai sakral tersebut tidak ada sistem tata-waktunya sehingga lahir
ide sistem tata-waktu hasil olah nalar manusia sebagaimana sistem
tata-waktu China, Jepang, Hindu, Persia, maupun Masehi (GMT)? Mengapa
sistem tata waktu Hijriyah yang merupakan almanak resmi umat Islam
‘tenggelam’ digantikan dengan sistem tata waktu yang lain dan kalau
berlaku hanya menjadi salah satu sumber kontroversi perbedaan? Di mana
sebenarnya patokan utama penetapan sistem Hijriyah saat ini? Masih
banyak pertanyaan lain yang perlu segera mendapat rumusan jawaban
sehingga umat Islam tidak lagi terjebak dalam labirin kebingungan
massal.
Secara umum, argumentasi “kebenaran” konsepsi-konsepsi
yang saat ini berkembang di masyarakat muslim dunia bersifat ilutif
(konseptual) dan tidak aktual (realisme). Padahal, Ka'bah sudah
berfungsi sebagai arah kiblat dan tempat thawaf dapat dipastikan bahwa
Ka'bah juga merupakan sebagai benchmark dalam teks ayat "qiyaman
linnas". Jika sebuah ide atau tesis lahir dari realita yang ada
(Ka'bah), maka tesis tersebut bukan hasil olah nalar manusia melainkan
hasil olah kesadaran (fitrah) dari realita yang ada sehingga konsepsi
tersebut argumentasinya bersifat aktual (realistis).
Dari tesis
itulah buku“Ka’bah Universal Time (KUT); Reinventing the Missing Islamic
Time System” berangkat untuk mengangkat realitas yang ada dan berupaya
membangun dasar pemikiran tentang urgensi Ka’bah sebagai patokan waktu.
Ka'bah sebagai benchmark --dalam konteks Makkah Mean Time (MMT)--
dibangun oleh Nabi Ibrahim AS bersama putranya Ismail AS telah terbukti
secara empiris sebagai poros bumi atau pusat magnetik bumi. Ruang atau
tempat Ka'bah tersebut dibangun atas kehendak Allah SWT yang merupakan
titik episentrum dari Baitul Makmur (tempat thawaf para malaikat ke
Baitullah (tempat thawaf umat manusia).
Selama ini, umat Islam
sebenarnya telah memiliki sistem tata-waktu sendiri yakni sistem almanak
qomariyah-syamsiyah (lunar and solar system). Bagi ummat Islam, sistem
almanak qomariyah-syamsiyah mengatur antara lain mengenai jumlah hari
dalam setahun, jumlah 12 bulan dalam setahun dan satu pekan (week) yang
terdiri atas 7 hari yang semuanya bukan karya manusia atau hasil
rekayasa hasil perhitungan matematis-astronomis melainkan ketetapan
Allah Yang Maha Memiliki Ilmu yang dapat pula ditemukan dalam al-Qur'an.
Umat Islam di seluruh dunia mengakui keabsahan dan ketetapan (validity
and applicability) sistem almanak syamsiyah yang membagi hari dalam
setahun sebanyak 365 hari. Alasan kuatnya adalah dalil non-nalar karena
terdapat 365 kata yaum (hari) dalam al-Qur'an.
Terkait dengan
menara Abraj Al Bait atau "Mecca Royal Clock Hotel Tower" yang
diresmikan beberapa waktu lalu juga bermaksud menjadikan waktu Mekah
Makkah Mean Time (MMT) seperti halnya Greenwich Mean Time (GMT).
Demikian menurut Muhammad Al-Arkubi, General Manager Hotel tersebut
dalam jumpa pers di Dubai.
Proyek Abraj Al Bait ini harus diakui
merupakan kelanjutan dari konferensi internasional dua tahun sebelumnya,
tepatnya 19 April 2008 di Doha, Qatar yang bertema “Mecca the Center of
the Earth, Theory and Practice”. Syeikh Yusuf Qardawi, salah satu ulama
terkenal dan bertindak selaku ketua penyelenggara sekaligus pembicara
dalam konferensi tersebut menegaskan bahwa ilmu sains modern sekurangnya
telah memiliki bukti bahwa Makkah merupakan pusat bumi yang sebenarnya.
Salah satu butir hasil konferensi tersebut adalah keputusan untuk
merekomendasikan bahwa kota Makkah harus dijadikan patokan waktu bagi
umat Islam sebagaimana saat ini kota Greenwich menjadi patokan waktu
GMT.
Buku Ka'bah Universal Time (KUT) dapat melengkapi literatur
khasanah yang dapat digunakan untuk mendukung Makkah Mean Time (MMT).
Tidak hanya itu, buku yang terdiri atas empat bab ini juga membahas
lebih luas tentang masalah-masalah yang terkait dengan sistem tata waktu
dalam Islam. Pada Bab I membahas tentang awal munculnya gagasan KUT.
Pada Bab II dijelaskan mengenai konsepsi KUT, paradigma keterkecohan dan
kembali kepada Kitabullah. Bab III membahas awal hari bagi umat Islam
meliputi sistem almanak Masehi dan sistem almanak Hijriyah, mu’jizat
Falaqiyah dan Imsyakiyah di balik peristiwa Hijrah, lalu pada Bab IV
dijelaskan soal penampakan hilal terbaik dan penetapan awal hari atau
awal bulan dalam sistem Hijriyah. Semuanya diulas ‘bukan hanya’
berdasarkan ‘hasil intepretasi’ atas dalil naqli al Qur’an dan Hadits,
namun juga berdasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan (sains) yang
terkait.
Buku KUT ini jelas perlu dimiliki dan dibaca oleh para
pemerhati, pengamat, dan seluruh stakeholders yang terlibat dengan
masalah penetapan waktu-waktu penting dalam Islam misalnya awal
Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, tahun baru Islam, dan sebagainya yang
selama ini sering menjadi sumber perbedaan di kalangan umat Islam
Sumber : hidayatullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar