Tampilkan postingan dengan label Fakta Ilmiah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fakta Ilmiah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Juni 2012

Tanaman Membersihkan Polusi Udara Jauh Lebih Besar dari Dugaan Sebelumnya




"Proses metabolisme yang kompleks dalam tanaman ini memiliki efek samping pembersihan atmosfer kita."

Tumbuh-tumbuhan memainkan peran tak terduga besarnya dalam membersihkan atmosfer, demikian penemuan studi terbaru. Penelitian yang dipimpin oleh para ilmuwan di Pusat Nasional Penelitian Atmosfer (NCAR) di Boulder, Colorado, menggunakan observasi, studi ekspresi gen, dan pemodelan komputer untuk menunjukkan bahwa daun tanaman mampu menyerap sekitar lebih sepertiga bahan  kimia polusi udara, lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Studi terbaru, yang diterbitkan pekan ini di Science Express, dilakukan bersama dengan para rekan penulis dari Universitas Northern Colorado dan Universitas Arizona. Sebagian didukung oleh National Science Foundation (NSF), sponsor NCAR.
“Tanaman membersihkan udara kita ke tingkat yang lebih besar daripada yang kita sadari sebelumnya,” kata ilmuwan NCAR, Thomas Karl, pemimpin penulis makalah. “Mereka secara aktif mengkonsumsi jenis tertentu dari polusi udara.”
Tim peneliti berfokus pada kelas bahan kimia yang dikenal sebagai senyawa oksigen organik, suatu senyawa yang mudah menguap (oVOCs), dan dapat memiliki dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.
“Tim ini telah membuat kemajuan yang signifikan dalam memahami interaksi kompleks antara tanaman dan atmosfer,” kata Anne-Marie Schmoltner dari Divisi  Ilmu Atmosfer dan Geo-Ruang Angkasa NSF, yang mendanai penelitian tersebut.
Senyawa-senyawa membentuk secara melimpah di atmosfer dari hidrokarbon dan bahan kimia lainnya yang dihasilkan dari sumber alam – termasuk tanaman – dan sumber-sumber yang terkait dengan kegiatan manusia, termasuk kendaraan dan bahan konstruksi.
Senyawa-senyawa membantu membentuk kimia atmosfer dan mempengaruhi iklim.
Akhirnya, beberapa oVOCs berevolusi menjadi partikel udara kecil, yang dikenal sebagai aerosol, yang memiliki efek penting pada awan dan kesehatan manusia.
Dengan mengukur tingkat oVOC di sejumlah ekosistem di Amerika Serikat dan negara-negara lain, para peneliti menentukan bahwa tanaman gugur tampaknya menyerap senyawa pada tingkat yang tak terduga cepatnya – empat kali lebih cepat daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Serapan itu terutama lebih cepat di dalam hutan lebat dan paling terjadi di dekat bagian atas kanopi hutan, mencapai sebanyak 97 persen serapan oVOC yang diamati.
Karl beserta rekan-rekannya kemudian menangani sebuah pertanyaan lanjutan: Bagaimana tanaman menyerap sejumlah besar bahan kimia ini?
Para ilmuwan memindahkan penelitian mereka ke dalam laboratorium dan terfokus pada pohon poplar. Spesies tanaman ini menawarkan keuntungan yang signifikan, di mana genomnya sudah diurutkan.
Tim menemukan bahwa ketika pohon-pohon studi berada di bawah tekanan, baik karena terluka fisik atau karena kontak dengan sebuah iritasi seperti polusi ozon, mereka secara tajam mulai meningkatkan penyerapan oVOCs.
Pada saat yang sama, perubahan yang terjadi pada tingkat ekspresi gen tertentu menunjukkan peningkatan aktivitas metabolik dalam pohon poplar.
Para ilmuwan menyimpulkan, penyerapan oVOCs ini tampaknya menjadi bagian dari siklus metabolik yang lebih besar.
Tanaman dapat memproduksi bahan kimia untuk melindungi diri dari iritasi dan mengusir kolonisasi seperti serangga, sama seperti tubuh manusia dapat meningkatkan produksi sel darah putih sebagai reaksi terhadap infeksi.
Tetapi bahan-bahan kimia ini, jika diproduksi dalam jumlah yang cukup, dapat menjadi racun bagi tanaman itu sendiri.
Dalam rangka untuk memetabolisme zat-zat kimia, tanaman mulai menaikkan tingkat enzim yang mengubah bahan kimia menjadi zat yang kurang beracun.
Pada saat yang sama, ternyata, tanaman menarik lebih banyak oVOCs, yang dapat dimetabolisme oleh enzimnya.
“Hasil kami ini menunjukkan bahwa tanaman benar-benar dapat menyesuaikan metabolisme mereka dan meningkatkan penyerapan kimia atmosfer sebagai respon terhadap berbagai jenis tekanan,” kata Chhandak Basu dari Universitas Northern Colorado, dan rekan penulis makalah.
“Proses metabolisme yang kompleks dalam tanaman ini memiliki efek samping pembersihan atmosfer kita.”
Setelah mereka memahami sejauh mana tanaman menyerap oVOCs, tim peneliti memasukkan informasi ke dalam sebuah model komputer untuk mensimulasikan bahan kimia pada atmosfer di seluruh dunia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada tingkat global, tanaman menyerap oVOCs hingga 36 persen lebih banyak dari yang sebelumnya telah diperhitungkan dalam studi kimia atmosfer.
Selain itu, karena tanaman secara langsung mengeluarkan oVOCs, sedikit dari senyawanya berkembang menjadi aerosol.
“Ini benar-benar mengubah pemahaman kita tentang beberapa proses dasar yang terjadi di atmosfer kita,” ujar Karl.

Studi Terbaru Menunjukkan Bagaimana Pepohonan di London Membersihkan Udara dari Polusi




"Pohon telah berevolusi untuk menghilangkan CO2 dari atmosfer, sehingga tidak mengejutkan bahwa mereka juga bagus untuk menghilangkan polutan."

Penelitian terbaru oleh para ilmuwan di University of Southampton telah menunjukkan bagaimana pepohonan di kota London mampu meningkatkan kualitas udara dengan menyaring partikulat polusi yang merusak kesehatan manusia.
Makalah yang dipublikasikan bulan ini dalam jurnal Landscape and Urban Planning menunjukkan bahwa pepohonan perkotaan di wilayah Greater London Authority (GLA) menghapus antara 850 hingga 2000 ton polusi partikulat (PM10) dari udara setiap tahunnya.
Perkembangan penting dalam penelitian ini, yang dilakukan oleh Dr. Matius Tallis, adalah bahwa metodologinya memungkinkan prediksi seberapa banyak polusi bisa terhapus di masa depan seiring perubahan iklim dan emisi polusi. Hal ini menunjukkan manfaat nyata pada rencana peningkatan jumlah pohon jalanan di kota London dan seluruh Inggris, termasuk rencana GLA untuk meningkatkan area pohon perkotaan pada tahun 2050 dan inisiatif ‘Big tree plant’ dari pemerintah Inggris saat ini.
Penelitian ini menemukan bahwa penargetan penanaman pohon di daerah GLA yang paling tercemar, terutama penggunaan campuran pohon, termasuk pohon hijau seperti pinus dan ek, akan memberi manfaat terbesar bagi kualitas udara masa depan dalam hal penghapusan PM10.
Great London Authority (GLA) menampilkan batas-batas administrasi dari 33 distrik. Hutan-hutan perkotaan ditampilkan (diekstraksi dari Land Cover Map 2000). Kanopi hutan ini terdiri dari c. 8,6 persen keseluruhan luas daratan GLA; c. 11,4 persen terdiri dari pohon taman, pohon jalan dan setiap pohon-pohon yang tak terdaftar. (Kredit: Fuller R, Smith GM, JM Sanderson, Hill RA, Thompson AG)
Salah satu penulis makalah, Profesor Gail Taylor, menjelaskan: “Pohon telah berevolusi untuk menghilangkan CO2 dari atmosfer, sehingga tidak mengejutkan bahwa mereka juga bagus untuk menghilangkan polutan. Pohon yang memiliki daun sepanjang tahun terpapar polusi lebih banyak sehingga mereka menyerapnya lebih banyak lagi. Dengan menggunakan sejumlah spesies pohon yang berbeda dan pendekatan pemodelan, efektivitas dari kanopi pohon untuk udara bersih dapat dioptimalkan.”
Penelitian ini menyajikan prediksi serapan partikulat (PM10) pada iklim di masa depan dan selama lima skenario penanaman pohon di London. Dengan menggunakan data musiman daripada data per jam, terbukti memiliki dampak kecil pada pemodelan deposisi polusi tahunan (PM10) untuk kanopi perkotaan, menunjukkan bahwa penyerapan polusi juga dapat diperkirakan di kota-kota lain dan untuk masa depan di mana data per jam tidak tersedia.
Penulis pendamping, Peter Freer-Smith, Kepala Ilmuwan untuk Riset Hutan (Komisi Kehutanan) dan profesor di University of Southampton, mengatakan: “Kita tahu bahwa partikulat dapat merusak kesehatan manusia, misalnya memperburuk asma dan pengurangan eksposur ini bisa memiliki manfaat nyata di beberapa tempat, seperti di sekitar tepi halaman sekolah. Ruang hijau serta pepohonan di perkotaan memberi berbagai manfaat dan studi ini menegaskan bahwa peningkatan kualitas udara adalah salah satunya, dan juga akan membantu kita memperoleh hasil maksimal dari manfaat ini di masa depan.”
Kredit: University of Southampton
Jurnal: Matthew Tallis, Gail Taylor, Danielle Sinnett, Peter Freer-Smith. Estimating the removal of atmospheric particulate pollution by the urban tree canopy of London, under current and future environments. Landscape and Urban Planning; September 2011; DOI: 10.1016/j.landurbplan.2011.07.003

Fakta Ilmiah di Balik Fenomena Ketindihan Saat Tidur



Pernahkah anda mengalami ketindihan (erep-erep) saat sedang tidur? Seketika tubuh anda tidak bisa digerakkan, kaki dan tangan tidak bisa diangkat, bahkan tidak ada suara yang keluar dari mulut anda walaupun anda berusaha berbicara atau berteriak? Itulah fenomena misterius yang akan kita bahas kali ini.
Dalam masyarakat kita, ketindihan ini sering dihubung-hubungkan dengan dunia gaib. Ketindihan ini dianggap sebagai kejadian dimana tubuh kita sedang ditindih mahluk halus sehingga kita tidak bisa bergerak. Sekilas memang hal ini masuk akal karena pada saat ketindihan tersebut berlangsung, kita memang benar-benar tidak bisa bergerak dan seakan-akan berada dalam dimensi lain dimana suara kita tidak bisa didengarkan orang lain yang ada di sekitar kita.

Tapi bagaimana fakta ilmiah terhadap fenomena ini?
Ternyata dalam dunia medis, fenomena ketindihan ini dikenal dengan istilah Sleep Paralysis. Suatu keadaan dimana seseorang mengalami kondisi tidak bisa menggerakkan tubuh dan anggota tubuhnya saat sedang tidur. Makanya dinamakan Sleep Paralysis (kelumpuhan saat tidur).
Secara medis, ketindihan ini bisa dijelaskan secara detail tanpa ada hubungannya dengan hal-hal mistis. Untuk mengetahui bagaimana terjadinya fenomena ini anda perlu mengetahui dulu tahapan-tahapan dalam proses tidur. Antara lain: tahap tidur ringan, tidur lebih dalam, tidur paling dalam dan terakhir tahap REM (Rapid Eye Movement).
Dalam keadaan normal, tidak akan ada masalah yang terjadi dalam tahap-tahap di atas. Tapi ketika tubuh terlalu lelah atau sebelumnya pernah dalam keadaan kurang tidur, maka tahap-tahap tidur ini akan menjadi kacau karena tubuh dan otak tidak bersamaan memasuki tahap yang sama.
Ketika anda terlalu lelah atau kurang tidur, otak anda akan sangat cepat memasuki tahap REM dimana biasanya kita bermimpi. Tapi tubuh kita masih berada dalam tahap tidur ringan atau tidur lebih dalam. Ketika kita terbangun dari tahap REM, otak masih berada dalam tahap yang berbeda dengan tubuh. Hasilnya adalah otak menjadi bingung karena tidak bisa mengendalikan tubuh yang juga sedang sibuk berada di tahap tidur yang lain.
Lalu bagaimana dengan fenomena ketindihan yang disertai dengan melihat penampakan?
Hal ini juga bisa dijelaskan secara medis. Ketika otak terbangun dari tahap REM, otak kita masih berhalusinasi akibat mimpi yang barusan dialami. Halusinasi itu bisa berupa melihat bayangan, melihat sesosok mahluk atau hal-hal lainnya. Jadi sekarang anda tidak perlu khawatir lagi, karena apapun yang anda lihat (bahkan yang anda dengar) ketika ketindihan hanyalah halusinasi dari otak anda sendiri.
Masalah ketindihan ini memang tidak perlu dikhawatirkan. Namun bila terjadi terlalu sering, maka anda perlu memperbaiki pola tidur anda. Hindari tidur pada saat badan sudah terlalu lelah. Beri otak dan tubuh anda waktu istrahat yang cukup minimal 6 jam dalam semalam.
Bila setelah menjaga pola tidur tapi masih mengalami ketindihan juga, anda perlu berkonsultasi ke dokter. Dikhawatirkan seringnya ketindihan yang anda alami adalah jenis Sleep Paralysis yang merupakan gejala awal narcolepsy (penyakit tidur mendadak tanpa didahului rasa ngantuk), tanda-tanda kecemasan, stress maupun depresi.

Fakta Ilmiah di Balik Segitiga Bermuda



Misteri melingkupi sebuah wilayah laut di dalam garis imajiner yang menghubungkan tiga wilayah yaitu Bermuda, Puerto Riko, dan Miami di Amerika Serikat.
Ada yang menyebutnya ‘Segitiga Setan’, ‘Limbo the Lost’, ‘Twilight Zone’, dan yang paling tenar adalah sebutan ‘Segitiga Bermuda’ – terinspirasi dari artikel Vincent Gaddis di Majalah Argosy.
Meski, dalam peta Amerika Serikat, The U. S. Board of Geographic, tak ada tempat bernama ‘Segitiga Bermuda’.
Wilayah ini jadi salah satu lokasi paling misterius, horor, dan menakutkan di muka Bumi. Apalagi, dalam sejarahnya, banyak kapal dan pesawat yang tertelan di lokasi itu.
Legenda Segitiga Bermuda makin ramai diperbincangkan ketika pada 5 Desember 1945 pukul 14.10 waktu setempat, lima pesawat yang dipiloti para penerbang terlatih dari kesatuan Penerbangan 19 tiba-tiba hilang di segitiga itu. Padahal cuaca sedang cerah.
Para pilot sempat meminta pertolongan lewat radio, namun, mereka tiba-tiba raib. Pesawat yang ditugasi mencari mereka juga raib misterius. Dilaporkan enam pesawat dan 27 orang hilang dalam peristiwa itu.
Juga peristiwa hilangnya kapal induk USS Cyclops pada 1918, yang hingga saat ini jadi misteri terbesar dalam sejarah Angkatan Laut Amerika Serikat.
Berbagai macam dugaan aneh muncul, ada yang mengatakan alien yang bersembunyi di bawah lautan, portal ke dimensi lain, gas methan, lokasi Atlantis yang hilang, hingga rumah iblis, Dajal.
Namun, ada juga penjelasan ilmiah yang lebih layak dipertimbangkan untuk menjawab misteri ini.
Seperti di muat laman LiveScience, ada jawaban logis untuk menjelaskan hilangnya kapal atau pesawat di Segitiga Bermuda itu.
Daerah Segitiga Bermuda rentan terhadap badai tak terduga. Ada gelombang ‘Gulf Stream’ yang sangat cepat dan turbulen – menelan serpihan kapal, pesawat, beserta penumpangnya. Menghapus bukti-bukti terjadinya bencana.
Tak hanya itu, Laut di Segitiga Bermuda memiliki kedalaman hingga 30.000 meter atau lebih dari 9.000 meter dengan kondisi topografinya bisa ‘menelan’ kapal sehingga tak pernah ditemukan.
Laman Sejarah Angkatan Laut Amerika Serikat, www.history.navy.mil, menjelaskan bahwa faktor signifikan yang menyebabkan hilangnya kapal di Segitiga Bermuda adalah arus laut yang kuat disebut Gulf Stream.
Sebelum telegraf, radio dan radar ditemukan, pelaut tidak tahu ada badai atau angin topan berada di dekatnya. Bencana itu baru ketahuan setelah ada perubahan di cakrawala.
Badai yang datang tiba-tiba itulah yang menyebabkan kapal angkatan laut hilang di Bahama, Saratoga. Kapal dan-krunya hilang tak berbekas pada 18 Maret 1781.
Dijelaskan juga bahwa tidak hanya di Segitiga Bermuda, banyak kapal-kapal Angkatan Laut AS lainnya telah hilang di laut karena badai di seluruh dunia – secara mendadak.
Kapal dan pesawat bisa hilang secara tiba-tiba di wilayah Segitiga Bermuda itu karena anomali kompas yang bisa mengacaukan sistem navigasi. Soal adanya anomali ini pernah dicatat oleh Columbus dalam pelayarannya.
Dalam sejumlah catatan disebutkan bahwa Segitiga Bermuda adalah salah satu dari dua lokasi di dunia yang memiliki anomali. Wilayah lain adalah laut Jepang dan Filipina, yang juga dikenal dengan nama yang mirip, ‘Segitiga Formosa’.
Faktor cuaca juga ikut berperan mengapa kapal dan pesawat hilang di Bermuda. Pola cuaca Karibia-Atlantik sangat ekstrim. Badai lokal yang mendadak menimbulkan cipratan air kencang yang bisa jadi bencana bagi pelaut maupun pilot.
Penelitian satelit bahkan membuktikan, adanya gelombang dahsyat setinggi 80 kaki atau bahkan lebih, terjadi di wilayah laut terbuka, seperti halnya Segitiga Bermuda.
Gelombang ini bisa menghancurkan kapal besar dan membuatnya berkeping-keping.
Ada juga faktor topografi dasar laut di Segitiga Bermuda. Dari benting (gundukan pasir tengah laut), pulau di bawah laut, hingga palung yang luar biasa dalam.
Dengan kombinasi arus kuat, kapal atau pesawat bisa terjebak di dasar laut untuk selamanya.
Sementara, seperti dimuat laman Pattayadailynews, 6 Mei 2010, ahli geokimia, Richard McIver pada 1981 memperkenalkan teori peran gas metan hidrat dalam misteri Segitiga Bermuda.
Kata dia, longsor di dasar Segitiga Bermuda besar kemungkinan mengakibatkan lumpur dan batu besar meluncur dengan cepat – yang akhirnya merobek dasar laut dan membuka selubung lapisan gas.
Gas itu lalu pecah dan mengeluarkan metana yang menyebabkan gelombang besar. Gas itu meledak di permukaan air tanpa peringatan dan menyulitkan setiap kapal atau pesawat yang lewat di lokasi itu.
Yang juga menyebabkan kecelakaan adalah faktor manusia. Banyak pelaut dengan pengetahuan seadanya nekat menyeberangi daerah serawan Segitiga Bermuda.
Penjaga laut Amerika Serikat selama ini telah mengabaikan faktor mitos atau fiksi di Segitiga Bermuda. Menurut pengalaman mereka, gabungan kekuatan alam dengan segala ketidakpastiannya adalah biang keladi ‘kekalahan’ manusia di Segitiga Bermuda.

Senin, 12 Maret 2012

Fenomena Manusia Listrik



Di penjuru dunia, ada kasus dimana manusia mengklaim kalau mereka dapat menghasilkan listrik dari tubuhnya sendiri. Apakah hal ini mungkin terjadi?

Sesungguhnya manusia dan hewan lain memang membangkitkan sejumlah kecil arus listrik untuk membuat tubuhnya berfungsi. Tanpa arus listrik ini tubuh kita akan mati. Sel syaraf otak kita memakai arus listrik untuk mengirim informasi ke bagian tubuh kita yang lain. Tubuh kita memancarkan medan listrik dan magnet yang sangat kecil karena adanya ion tubuh. Mungkin seseorang dengan medan listrik yang kuat dapat mengganggu peralatan listrik di sekitarnya. Namun ada masalahnya.
Masalah utama mengapa klaim manusia mampu menghasilkan listrik adalah jumlah listrik untuk dapat menghasilkan medan elektromagnet yang mampu menyalakan lampu dan menyebabkan efek elektronik akan lebih besar daripada jumlah listrik yang dapat membakar sel tubuh. Katakanlah bila sumber listrik di tangan, otomatis tangan orang tersebut akan hangus terbakar sebelum ia dapat menyalakan lampu dalam genggamannya.


Hal ini karena listrik adalah energi dan semakin besar energi melewati tubuh dari semestinya. Karena tubuh manusia bukanlah konduktor sempurna. Bagian yang bukan konduktor akan memberikan hambatan yang besar. Hasilnya energi listrik yang seharusnya diteruskan, sebagian berubah menjadi energi panas dan membakar. Itu mengapa orang yang tersetrum mirip dengan orang yang terpanggang.

Jadi untuk dapat menghasilkan energi listrik dari tubuhnya, seseorang harus memiliki kulit dan anggota tubuh yang hambatannya rendah. Sedemikian rendah hingga listrik yang dihasilkannya dapat langsung keluar tubuh tanpa mencederai dirinya sendiri.

Listrik dapat muncul karena beda potensial. Ambil contoh baterai. Ia menyimpan beda potensial. Ada kutub positif dan ada kutub negatif. Baterai dapat menghasilkan listrik bila kutub positif dihubungkan ke kutub negatif oleh kabel. Di antara kabel tersebut dipasang alat pengguna listrik, katakanlah bola lampu. Dengan demikian listrik yang mengalir dari kutub positif ke negatif dapat diambil sebagian energinya untuk menjadi cahaya di tengah jalan.

Bila ada manusia listrik, ia harus memakai prinsip yang sama dengan hal ini. Ada dua kemungkinan, pertama, ia menjadi kutub negatif sekaligus positif. Kedua, ia hanya menjadi salah satu kutub, sementara yang lain menjadi kutub pasangannya.

Kemungkinan Manusia dua kutub

Ini berarti manusia tersebut berperan sebagai baterai (atau generator) sepenuhnya. Bila ia memegang lampu, maka entah bagaimana ada rangkaian tertutup yang mengalirkan arus dan kembali ke tubuhnya dan menyalakan lampu. Hal ini selalu terjadi di dalam tubuh kita, dalam bentuk rangkaian listrik syaraf. Sayangnya tidak ada mekanisme yang mungkin untuk mengeluarkan listrik ini untuk dimanfaatkan buat menyalakan lampu misalnya.
Walau tidak ada pada manusia, hewan seperti belut listrik memilikinya. Pari Torpedo nobiliana dari Atlantik utara dan belut listrik Electrophorus dari Amazon, dapat menghasilkan arus listrik yang cukup untuk membuat mangsanya tersetrum. Sebagai contoh, pari torpedo mampu mengeluarkan arus 50 Ampere dengan tegangan 60 volt. Ia dulu dipakai untuk pengobatan sakit kepala dengan meletakkan sengat pari di kepala. Para pemburu yang sudah tahu tidak berani memegangnya dengan tangan kosong atau dengan besi.


Bila ikan ini ingin melepaskan listrik, sebuah sinyal syaraf mengubah selaput selnya sehingga ia dapat melewatkan ion natrium, dan kemudian perbedaan potensial listrik mendadak terjadi dan partikel bermuatan pun mengalir. Perbedaan potensial ini kecil dan arusnya juga kecil. Tapi ikan ini memiliki beberapa ribu elektroplaq yang terhubung seri sehingga potensial total dan arus totalnya menjadi besar. Keberadaan elektroplaq inilah yang tidak dimiliki manusia.


Arus listrik ke luar dari tubuhnya menuju korban, katakanlah, tangan seorang pemburu. Arus listrik tersebut kemudian kembali, setelah melewati tubuh sang korban menuju tubuh ikan lagi untuk melengkapi satu rangkaian listrik. Kedua kutub ini ada di tubuh sang ikan. Bila ikan pari torpedo tidak memiliki salah satu kutub, maka nasibnya akan seperti dalam kasus kedua berikut.

Kemungkinan Manusia satu kutub

Ia bisa menjadi manusia bermuatan positif atau bermuatan negatif. Kita sering melakukan hal ini secara sementara. Namanya listrik statis. Misalkan kita bermuatan positif dan sebuah benda bermuatan negatif, akan terjadi lompatan elektron ke arah kita. Ini bukannya hal yang bagus, karena dapat menyebabkan setruman. Setruman ini disebabkan terangsangnya syaraf saat arus mengalir ke sekujur tubuh. Energi yang tersimpan sebagai listrik statis ini tergantung pada ukuran benda dan kapasitansinya, tegangannya, serta tetapan dielektrik medium sekitar. Jika manusia dianggap kapasitor, maka manusia mewakili kapasitor 100 pikofarad, yang dimuati oleh tegangan 4 ribu hingga 35 ribu volt. Saat menyentuh sebuah benda, energi ini terlepaskan kurang dari satu persejuta detik. Energi totalnya sangat kecil, dalam orde perseribu joule, tapi ia masih dapat merusak peralatan elektronik yang sensitif. Benda lebih besar menyimpan lebih banyak energi, yang dapat berbahaya dan bahkan mematikan, apalagi bila percikannya memicu gas atau bubuk yang dapat meledak.

Secara normal, manusia bermuatan netral. Kalaupun ada perbedaan muatan, biasanya hanya terletak di satu titik kecil, seperti ujung jari. Elektron melompat dari ujung jari ke benda bermuatan positif, bila ujung jari ini bermuatan negatif. Ia melompat dari benda bermuatan negatif ke jari, bila jari bermuatan positif. Hasilnya adalah sensasi setruman kecil. Saya rasa banyak orang yang pernah merasakannya.

Walau begitu, tidak menutup kemungkinan kalau ada orang yang memiliki banyak titik bermuatan di tubuhnya sekaligus. Orang ini disebut manusia listrik. Dan ini bukan sebuah keuntungan. Ia sangat sensitif terhadap perbedaan muatan. Akibatnya ia sering tersengat listrik statis, misalnya saat ia menyentuh logam dingin di udara yang kering. Mereka bahkan tidak boleh terlalu emosional atau apapun yang dapat meningkatkan kekuatan listrik di otak.

Jadi, apa yang diramalkan sains tentang manusia listrik bukanlah superhero, tapi justru gangguan kesehatan yang berbahaya. Seperti yang kita tahu, alam membentuk manusia seperti biasa. Alam tidaklah dirancang dengan cerdas, kebetulan tertentu dapat membuat orang menjadi cacat saat lahir. Dan kebetulan yang sama dapat berperan dalam evolusi manusia. Cacat atau normal adalah kriteria subjektif manusia. Jika lingkungan (seleksi alam) mendukung kecacatan sebagai sebuah keuntungan keberlangsungan hidup, ia akan terwariskan dalam populasi. Inilah dasar-dasar evolusi. Sayangnya, kemampuan listrik tampaknya bukan sesuatu yang menguntungkan bagi kita. Bagi belut listrik atau kunang-kunang hal tersebut menguntungkan. Tapi kita tidak tahu masa depan seperti apa.

sumber : faktailmiah.com
Referensi
1. YourDiscovery. 2010. Electric Human
2. SciForum. 2008. Electric People?
3. Chris M. Carmichael. May 09, 2007.   Are You an “Electric” Person?
5.       M.A. Kelly, G.E. Servais and T.V. Pfaffenbach An Investigation of Human Body Electrostatic Discharge, ISTFA ’93: The 19th International Symposium for Testing & Failure Analysis, Los Angeles, California, USA/15–19 November 1993
6. Wikipedia. 2010. Static electricity
7.  Jearl Walker, 2007. Flying Circus of Physics.

Minggu, 04 Maret 2012

Ka'bah sebagai Pengukur Waktu


TUJUAN penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Artinya seluruh dimensi ruang dan waktu memiliki nilai yang sakral karena seluruh makhluk selalu bertasbih dan beribadah hanya kepada Allah SWT. Inilah salah satu kunci utama ajaran Islam yang diyakini merupakan ajaran final yang lengkap dan paripurna (syamil).

Pertanyaannya adalah “apakah dalam seluruh dimensi ruang dan waktu dalam Islam yang bernilai sakral tersebut tidak ada sistem tata-waktunya sehingga lahir ide sistem tata-waktu hasil olah nalar manusia sebagaimana sistem tata-waktu China, Jepang, Hindu, Persia, maupun Masehi (GMT)? Mengapa sistem tata waktu Hijriyah yang merupakan almanak resmi umat Islam ‘tenggelam’ digantikan dengan sistem tata waktu yang lain dan kalau berlaku hanya menjadi salah satu sumber kontroversi perbedaan? Di mana sebenarnya patokan utama penetapan sistem Hijriyah saat ini? Masih banyak pertanyaan lain yang perlu segera mendapat rumusan jawaban sehingga umat Islam tidak lagi terjebak dalam labirin kebingungan massal.

Secara umum, argumentasi “kebenaran” konsepsi-konsepsi yang saat ini berkembang di masyarakat muslim dunia bersifat ilutif (konseptual) dan tidak aktual (realisme). Padahal, Ka'bah sudah berfungsi sebagai arah kiblat dan tempat thawaf dapat dipastikan bahwa Ka'bah juga merupakan sebagai benchmark dalam teks ayat "qiyaman linnas". Jika sebuah ide atau tesis lahir dari realita yang ada (Ka'bah), maka tesis tersebut bukan hasil olah nalar manusia melainkan hasil olah kesadaran (fitrah) dari realita yang ada sehingga konsepsi tersebut argumentasinya bersifat aktual (realistis).

Dari tesis itulah buku“Ka’bah Universal Time (KUT); Reinventing the Missing Islamic Time System” berangkat untuk mengangkat realitas yang ada dan berupaya membangun dasar pemikiran tentang urgensi Ka’bah sebagai patokan waktu. Ka'bah sebagai benchmark --dalam konteks Makkah Mean Time (MMT)-- dibangun oleh Nabi Ibrahim AS bersama putranya Ismail AS telah terbukti secara empiris sebagai poros bumi atau pusat magnetik bumi. Ruang atau tempat Ka'bah tersebut dibangun atas kehendak Allah SWT yang merupakan titik episentrum dari Baitul Makmur (tempat thawaf para malaikat ke Baitullah (tempat thawaf umat manusia).

Selama ini, umat Islam sebenarnya telah memiliki sistem tata-waktu sendiri yakni sistem almanak qomariyah-syamsiyah (lunar and solar system). Bagi ummat Islam, sistem almanak qomariyah-syamsiyah mengatur antara lain mengenai jumlah hari dalam setahun, jumlah 12 bulan dalam setahun dan satu pekan (week) yang terdiri atas 7 hari yang semuanya bukan karya manusia atau hasil rekayasa hasil perhitungan matematis-astronomis melainkan ketetapan Allah Yang Maha Memiliki Ilmu yang dapat pula ditemukan dalam al-Qur'an. Umat Islam di seluruh dunia mengakui keabsahan dan ketetapan (validity and applicability) sistem almanak syamsiyah yang membagi hari dalam setahun sebanyak 365 hari. Alasan kuatnya adalah dalil non-nalar karena terdapat 365 kata yaum (hari) dalam al-Qur'an.

Terkait dengan menara Abraj Al Bait atau "Mecca Royal Clock Hotel Tower" yang diresmikan beberapa waktu lalu juga bermaksud menjadikan waktu Mekah Makkah Mean Time (MMT) seperti halnya Greenwich Mean Time (GMT). Demikian menurut Muhammad Al-Arkubi, General Manager Hotel tersebut dalam jumpa pers di Dubai.

Proyek Abraj Al Bait ini harus diakui merupakan kelanjutan dari konferensi internasional dua tahun sebelumnya, tepatnya 19 April 2008 di Doha, Qatar yang bertema “Mecca the Center of the Earth, Theory and Practice”. Syeikh Yusuf Qardawi, salah satu ulama terkenal dan bertindak selaku ketua penyelenggara sekaligus pembicara dalam konferensi tersebut menegaskan bahwa ilmu sains modern sekurangnya telah memiliki bukti bahwa Makkah merupakan pusat bumi yang sebenarnya. Salah satu butir hasil konferensi tersebut adalah keputusan untuk merekomendasikan bahwa kota Makkah harus dijadikan patokan waktu bagi umat Islam sebagaimana saat ini kota Greenwich menjadi patokan waktu GMT.

Buku Ka'bah Universal Time (KUT) dapat melengkapi literatur khasanah yang dapat digunakan untuk mendukung Makkah Mean Time (MMT). Tidak hanya itu, buku yang terdiri atas empat bab ini juga membahas lebih luas tentang masalah-masalah yang terkait dengan sistem tata waktu dalam Islam. Pada Bab I membahas tentang awal munculnya gagasan KUT. Pada Bab II dijelaskan mengenai konsepsi KUT, paradigma keterkecohan dan kembali kepada Kitabullah. Bab III membahas awal hari bagi umat Islam meliputi sistem almanak Masehi dan sistem almanak Hijriyah, mu’jizat Falaqiyah dan Imsyakiyah di balik peristiwa Hijrah, lalu pada Bab IV dijelaskan soal penampakan hilal terbaik dan penetapan awal hari atau awal bulan dalam sistem Hijriyah. Semuanya diulas ‘bukan hanya’ berdasarkan ‘hasil intepretasi’ atas dalil naqli al Qur’an dan Hadits, namun juga berdasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan (sains) yang terkait.

Buku KUT ini jelas perlu dimiliki dan dibaca oleh para pemerhati, pengamat, dan seluruh stakeholders yang terlibat dengan masalah penetapan waktu-waktu penting dalam Islam misalnya awal Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, tahun baru Islam, dan sebagainya yang selama ini sering menjadi sumber perbedaan di kalangan umat Islam

Sumber : hidayatullah.com