Rabu, 29 Februari 2012

Gaya Interaksi Fundamental Di Alam Semesta

Alam semesta, dengan dimensi yang luasnya tak terjangkau pemahaman manusia, berfungsi pada keseimbangan yang sensitif tanpa pernah gagal. Alam semesta juga berfungsi dengan keteraturan terencana, dan sudah demikian sejak awal pembentukannya. Bagaimana alam raya yang luas ini terwujud, akan menuju ke mana, dan bagaimana hukum-hukum alam bekerja memper-tahankan keteraturan dan keseimbangan di dalamnya, selalu menjadi perhatian manusia sejak dulu sampai sekarang. Para ilmuwan telah melakukan penelitian tak terhitung banyaknya mengenai subjek ini dan menghasilkan pelbagai teori dan pendapat. Bagi para ilmuwan yang mengukur rancangan dan keteraturan alam semesta dengan menggu-nakan akal dan kesadaran mereka, tidaklah susah sama sekali untuk menjelaskan kesempurnaan ini. Ini karena Allah, Zat Mahakuasa, Penguasa seluruh jagat raya, yang menciptakan rancangan sempurna ini. Dan ini sangatlah jelas bagi semua orang yang mau berpikir dan bernalar. Allah menyebutkan kebenaran nyata ini dalam ayat Al Quran:
“Sesungguhnya dalam penciptaaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali ‘Imran, 3: 190)

Gaya-Gaya Fundamental di Alam Semesta
Hukum-hukum Fisika di alam semesta  didasari “empat gaya fundamental” yang dikenal fisika modern dewasa ini. Gaya-gaya ini terbentuk bersamaan dengan pembentukan partikel sub-atomik pertama pada waktu spesifik segera setelah Big Bang, untuk membentuk seluruh aturan dan sistem alam semesta. Atom-atom yang menyusun materi alam semesta terwujud dan tersebar merata di alam semesta berkat interaksi gaya-gaya ini.Gaya-gaya ini adalah gaya tarik massa atau yang dikenal sebagai gaya gravitasi, gaya elektromagnetik, gaya nuklir kuat, dan gaya nuklir lemah. Semua gaya ini memiliki intensitas dan bidang kerja berbeda. Gaya nuklir kuat dan gaya nuklir lemah beroperasi hanya pada skala subatomik. Dua gaya lainnya – gaya gravitasi dan gaya elektromagnetik – mengatur kumpulan atom, atau yang disebut “materi”. Pengaturan tanpa cacat di atas bumi disebabkan proporsi yang sangat rumit dari gaya-gaya ini. Perbandingan gaya-gaya ini menghasilkan suatu hal yang menarik. Semua materi yang diciptakan dan diedarkan ke penjuru alam semesta setelah Big Bang dibentuk oleh efek gaya-gaya yang sangat jauh berbeda ini. Berikut adalah nilai-nilai keempat gaya fundamental dengan selisih menakjubkan, dalam satuan standar internasional:
  1. Gaya nuklir kuat :15
  2. Gaya nuklir lemah: 7,03×10-3
  3. Gaya gravitasi: 5,90×10-39
  4. Gaya elektromagnetik: 3,05×10-12
Gaya-gaya fundamental ini memungkinkan pembentukan alam semesta melalui penyebaran kekuatan dengan sempurna. Proporsi antara gaya-gaya ini didasarkan pada keseimbangan yang begitu rumit sehingga menimbulkan efek khusus itu terhadap partikel-partikel pada proporsi ini saja.
” Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya)” (QS. An Nahl, 16:12)
Gaya Nuklir Kuat : Kekuatan Raksasa Di Dalam Inti
Sampai di sini, kita telah menyaksikan bagaimana atom diciptakan, momen demi momen, dan keseimbangan rumit yang berlaku dalam penciptaan ini. Kita melihat bahwa semua yang ada di sekitar kita, termasuk diri kita sendiri disusun oleh atom-atom, dan atom-atom ini mengandung banyak partikel. Lalu, apakah gaya yang tetap menyatukan semua partikel yang membentuk inti atom itu? Gaya yang menjaga inti tetap utuh, dan yang merupakan gaya paling dahsyat menurut hukum-hukum fisika, adalah “gaya nuklir kuat”.
Gaya ini menjaga proton dan netron dalam inti atom tetap di tempatnya. Inti atom dibentuk dengan cara demikian. Gaya ini sangat kuat sehingga nyaris menyebabkan proton dan netron dalam inti saling berikatan. Inilah sebabnya partikel-partikel kecil yang memiliki gaya ini disebut juga “gluon” yang dalam bahasa Latin berarti lem. Kekuatan ikatan tersebut disesuaikan dengan sangat teliti. Intensitas gaya ini telah diatur secara spesifik agar proton dan netron tetap berjarak tertentu. Bila gaya ini sedikit saja lebih kuat, maka proton dan netron akan saling bertabrakan. Bila gaya ini sedikit saja lebih lemah, mereka akan saling menjauh. Besarnya gaya ini tepat sesuai dengan yang dibutuhkan untuk membentuk inti atom setelah detik-detik pertama Big Bang.
Gaya Nuklir Lemah : Sabuk Pengaman Atom
Salah satu faktor penting yang menjaga keteraturan di muka bumi ini adalah keseimbangan di dalam atom. Keseimbangan ini menjaga agar segala sesuatu tidak tiba-tiba terurai atau memancar-kan radiasi berbahaya. “Gaya nuklir lemah” ber-tanggung jawab atas keseimbang-an antara proton dan netron dalam inti atom. Gaya ini memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan inti yang mengandung sejumlah besar netron dan proton.
Sembari keseimbangan ini dijaga, sebuah netron, bila dibutuhkan dapat berubah menjadi proton. Karena jumlah proton dalam inti di akhir proses berubah, atom berubah pula dan menjadi atom yang lain. Di sini hasilnya sangatlah penting. Sebuah atom berubah menjadi atom berbeda tanpa terurai dan meneruskan eksistensi-nya. Sabuk pengaman ini melindungi organisme hidup dari bahaya yang akan muncul jika partikel-partikel terurai tanpa terkendali dan membahayakan manusia
Gaya Elektromagnetik : Gaya yang Menjaga Elektron Tetap  pada Orbitnya
Penemuan gaya ini mengantarkan kita pada era baru dalam dunia fisika. Baru pada saat itulah dipahami bahwa setiap partikel mengan-dung “muatan listrik” menurut karakteristik strukturnya masing-masing dan bahwa ada gaya di antara muatan-muatan listrik ini. Gaya ini membuat partikel-partikel yang bermuatan listrik berlawanan saling tarik dan partikel-partikel bermuatan sama akan saling tolak, sehingga menjamin proton dalam inti atom dan elektron yang mengorbit di sekelilingnya tarik-menarik. Dengan cara ini, “inti” dan “elektron”, dua elemen dasar atom, tetap di tempat mereka.
Perubahan kekuatan sekecil apa pun pada gaya ini dapat menyebab-kan elektron-elektron terlepas jauh dari inti atau melekat pada inti. Dalam kedua kasus ini, atom tidak mungkin terbentuk, sehingga alam semesta pun tidak ada. Tetapi, sejak momen pertama gaya ini terbentuk, proton-proton dalam inti menarik elektron dengan besar gaya yang tepat dibutuhkan untuk pembentukan atom.
Gaya Gravitasi : Gaya yang Menjaga Alam Semesta Tetap Utuh
Gravitasi adalah satu-satunya gaya yang dapat kita rasakan sehari-hari, namun sedikit sekali yang kita ketahui tentangnya. Gaya gravitasi sesungguhnya disebut “gaya tarik massa”. Gaya ini paling lemah dibandingkan gaya lainnya, namun karena gaya inilah, massa-massa yang sangat besar tarik-menarik. Gaya inilah yang membuat galaksi dan bintang-bintang di alam semesta tetap berada pada orbitnya masing-masing. Bumi dan planet-planet lain tetap di dalam orbit tertentu mengi-tari matahari, sekali lagi karena adanya gaya gravitasi. Kita dapat berjalan di atas bumi karena gaya ini. Bila ada pengurangan dalam nilai gaya ini, bintang-bintang akan jatuh, bumi akan keluar dari orbitnya, dan kita akan bertebaran ke luar angkasa. Bila nilainya lebih besar sedikit saja, bintang-bintang akan bertabrakan, bumi akan bergerak menuju matahari, dan kita akan melesak ke dalam kerak bumi. Walaupun tampak kecil sekali kemungkinan ini bagi Anda, semua itu tidak akan terelakkan bila gaya ini bergeser dari nilainya yang sekarang sekalipun hanya untuk sesaat.
Semua ilmuwan yang sedang meneliti subjek ini mengakui bahwa ketepatan nilai gaya-gaya fundamental ini sangat penting demi keber-adaan alam semesta. Mengomentari hal ini, seorang ahli biologi molekuler yang terkenal, Michael Denton menyatakan dalam bukunya Nature’s Destiny: How the Laws of Biology Reveal Purpose in the Universe:
Jika, misalnya, gaya gravitasi satu triliun kali lebih kuat, maka alam semesta akan jauh lebih kecil dan sejarah hidupnya jauh lebih pendek. Sebuah bintang rata-rata akan mempunyai massa satu triliun lebih kecil dari matahari dan masa hidup sekitar satu tahun. Di lain pihak, jika gravitasi kurang kuat, tidak ada bintang atau galaksi yang akan pernah terbentuk. Hubungan dan nilai-nilai lain tidak kurang kritisnya. Jika gaya nuklir kuat sedikit lebih lemah saja, satu-satunya unsur yang akan stabil hanya hidrogen. Tidak ada atom lain yang bisa terbentuk. Jika gaya nuklir kuat tersebut sedikit lebih ku-at dalam kaitannya dengan elektromagnetisme, maka inti atom yang terdiri dari dua proton menjadi yang paling stabil di alam semesta – yang berarti tidak akan ada hidrogen, dan jika ada bintang atau galaksi yang terbentuk, mereka akan sangat berbeda dari bentuknya sekarang. Jelas sekali, jika se-mua gaya dan konstanta ini tidak mempunyai nilai tepat demikian, takkan ada bintang, supernova, planet, atom, dan kehidupan.
Seorang ahli fisika terkemuka, Paul Davies, menyatakan kekaguman-nya terhadap penetapan nilai-nilai hukum-hukum fisika yang berlaku di alam semesta. Bila seorang melanjutkan studi kosmologi, keingintahuannya bertambah. Temuan-temuan tentang sejarah kosmos membuat kita menerima bahwa perluasan alam semesta telah diatur dalam gerakannya dengan ketepatan yang sangat mengagumkan
Rancangan agung dan keteraturan sempurna yang berlaku di seluruh alam semesta dibangun di atas pondasi yang disediakan gaya-gaya fundamental ini. Pemilik keteraturan ini, tanpa keraguan, adalah Allah, yang menciptakan segala sesuatu tanpa cacat. Allah, Raja seluruh alam, menjaga bintang-bintang tetap berada di orbitnya dengan gaya-gaya terlemah, dan menjaga keutuhan inti atom dengan gaya-gaya terkuat. Semua gaya bekerja sesuai dengan “ukuran” yang telah Dia tentukan. Allah menujukkan keteraturan dalam penciptaan alam semesta dan keseimbangan “yang ditetapkan dengan serapi-rapinya” dalam salah satu ayat-Nya:
“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia mene-tapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al Furqan, 25: 2).
Sumber :  Harun Yahya

Ayat Allah di Alam Semesta


Akhir-akhir, para sarjana Muslim Barat sedang giat melakukan pengkajian ilmu-ilmu alam (kosmologi). Berbeda dengan para saintis modern, sarjana muslim melihatnya dari perspektif qur’ani (wahyu). Bahkan, mereka memadukan pengkajian keteraturan alam itu dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan normatif dan ilmiah. Pendekatan normatif biasanya lebih menggunakan kitab suci (al-qur’an) sebagai rujukan pertama, sedangkan pendekatan ilmiah memilih pada ilmu atau penciptaan alam semesta ini. Keduanya saat ini menjadi sangat penting untuk dikembangkan agar terjadi titik temu yang sama-sama membuka jalan untuk menambah keimanan kepada Allah Swt. (Sang Maha Pencipta).
Adalah Bruno Guiderdoni, --- seorang sarjana Muslim Prancis ahli di bidang Fisika dan Astronomi modern--- mengemukakan bahwa “Alam Semesta” sesungguhnya mampu menjadi kitab (bacaan) yang menggiring kepada manusia untuk mendekatkan diri kepada sang khaliq. Dalam sebuah karyanya berjudul “Membaca Alam Membaca Ayat” (2004), Bruno memperlihatkan kepada kita bahwa mempelajari alam sama halnya dengan mempelajari ayat al-qur’an. Artinya, bahwa tanda-tanda ayat Tuhan bukan hanya termaktub dalam wahyu normatif, melainkan juga terhampar luas di muka bumi ini.
            Islam sangat menghargai kreatifitas manusia. Temuan-temuan sains modern yang merupakan hasil kreasi manusia itu kini semakin membuktikan kebenaran bahwa Islam adalah agama yang bersumber pada kitab integratif, yakni teologis yang berupa wahyu kitab suci dan kosmologis yang berupa hamparan alam semesta berserta isinya itu. Melalui kreasi dan riset-riset ilmiah diharapkan kepada saintis Muslim modern mampu membuktikan banyak temuan-temuan ilmiah yang mampu mengundang daya ta’jub dan kebesaran akan Allah Swt. melalui hasil penciptaan-Nya itu.
Islam memberi kesempatan kepada manusia supaya mendayagunakan intelektualnya untuk mencari kebenaran. Pemikiran kosmologi seperti yang diungkapkan Guiderdoni, menunjukkan kepada kita bahwa aspek kauniyah masih langka disentuh manusia. Selama ini, kata Guiderdoni, wilayah kosmologi sering dipandang terpisah dari kesatuan bangunan Islam maupun iman.
Padahal, Islam/iman merupakan bentuk pengakuan bathiniyah dan lahiriyah yang secara bersama-sama harus terjalin erat secara sepadan. Urusan iman bukan hanya seputar masalah teologi, tetapi juga menyangkut masalah tatanan alam. Banyak kesalahpahaman terhadap masalah ini. Akibatnya, kepekaan manusia pada masalah alam sangat rendah. Tak berlebihan, jika penggundulan hutan menyeruak, pencemaran dan polusi terjadi dimana-mana, lantaran ketimpangan kesadaran yang tidak integratif.
Tuhan telah menciptakan alam ini untuk kepentingan manusia. Dan salah satu fungsi utama dari adanya gagasan tentang Tuhan adalah untuk menjelaskan keteraturan dan kesatuan alam semesta. Dalam Islam, kesatuan alam semesta dipandang sebagai citra kesatuan prinsip ilahi (tauhid).
Kesatuan alam yang berdasarkan prinsip tauhid telah melahirkan tata kosmos dan energi pada kehidupan manusia. Tata kosmos, baik secara makro maupun mikro adalah refleksi-refleksi ilahiyah yang membuktikan adanya “eksistensi” yang realistis, yang mustahil bisa diingkari manusia. Sebab, ketergantungan manusia kepada alam selama ini adalah ketergantungan kepada Allah Swt yang mengatur dan menentukan nasip manusia itu sendiri.
Keabsahan tata kosmos memunculkan dirinya sebagai tanda-tanda yang dahsyat yang sulit diukur dengan jangkauan logika. Tata kosmos besar, yang beredar dalam formasi spiral, memberi keterangan kepada manusia bahwa sesuatu yang teratur menurut garis aturnya disengajakan oleh satu energi dahsyat yaitu energi Tuhan.
Energi adalah dinamika spiritual yang ghaib yang hanya dimiliki Tuhan. Tuhan melimpahkan energi itu kepada wujud-wujud material. Semua benda yang ada di dalamnya mempunyai tenaga dan daya. Semua benda di alam ini hidup dan bergerak dengan arah yang pasti sesuai garis takdir-Nya.
Temuan-temuan sains Guiderdoni seputar kosmologis adalah kebenaran yang korelatif dengan ayat-ayat Tuhan. Tujuan sains dalam Islam adalah untuk memperlihatkan kesatuan alam semesta. Yaitu keteraturan seluruh bagian aspeknya, bahwa tidak ada pelanggaran hukum (sunnahtullah) dalam jagad raya ini merupakan kesalahan organis.
Aspek Rububiyah dalam Islam adalah menjamin pertumbuhan alam melalui tahapan-tahapan yang berbeda-beda sampai mencapai kesempurnaan. Karenanya, alam bersifat teleologis, berorientasi pertumbuhan dan ditakdirkan menuju kesempurnaan. Sebab kalau tidak ada capur tangan Tuhan dalam keteraturan alam ini niscaya tidak terpenuhi.
Jadi, kapasitas hukum-hukum yang mengatur keteraturan dan keharmonisan alam ini karena alam ini di ciptakan Tuhan dengan benar. Kebenaran alam ciptaan Tuhan ini mengandung implikasi bahwa alam tunduk dan patuh tanpa syarat kepada aturan dan hukum-hukum-Nya.
Pemahaman dan pandangan kosmologi menghendaki keterlibatan positif manusia dalam hidup dunia ini. Sehingga kosmologi mengandung dalam dirinya bahwa alam ini tertib, harmonis, indah, bermakna (mempunyai tujuan, kegunaan, tidak sia-sia). Pendek kata, kosmologi membimbing kita kepada sikap berpengharapan atau optimis kepada alam ciptaan Tuhan, yang sikap itu sendiri merupakan konsekuensi sikap serupa kepada Tuhan.
Dari konsep ini, Islam menuntut manusia agar menyelidiki dan memahami pola-pola Tuhan dalam alam, tidak hanya pola-pola yang terkandung dalam ilmu-ilmu kealaman, tapi juga yang termanifestasi dalam tatanan umum dan keindahan alam.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Entropi dan Hukum Kedua Termodinamika


 
Pengalaman sehari-hari menunjukkan bahwa sebuah kolam tidak membeku di musim panas. Jika sebuah benda panas berinteraksi dengan benda dingin, maka tak terjadi bahwa benda panas tersebut semakin panas dan benda dingin semakin dingin, meskipun proses-proses tersebut tidaklah melanggar hukum kekekalan energi yang dinyatakan sebagai hukum pertama termodinamika.
Hukum kedua termodinamika berkaitan dengan apakah proses-proses yang dianggap taat azas dengan hukum pertama, terjadi atau tidak terjadi di alam. Hukum kedua termodinamika seperti yang diungkapkan oleh Clausius mengatakan, "Untuk suatu mesin siklis maka tidak mungkin untuk menghasilkan efek lain, selain dari menyampaikan kalor secara kontinu dari sebuah benda ke benda lain pada temperatur yang lebih tinggi".
Bila ditinjau siklus Carnot, yakni siklus hipotesis yang terdiri dari empat proses terbalikkan: pemuaian isotermal dengan penambahan kalor, pemuaian adiabatik, pemampatan isotermal dengan pelepasan kalor dan pemampatan adiabatik; jika integral sebuah kuantitas mengitari setiap lintasan tertutup adalah nol, maka kuantitas tersebut yakni variabel keadaan, mempunyai sebuah nilai yang hanya merupakan ciri dari keadaan sistem tersebut, tak peduli bagaimana keadaan tersebut dicapai. Variabel keadaan dalam hal ini adalah entropi. Perubahan entropi hanya gayut keadaan awal dan keadaan akhir dan tak gayut proses yang menghubungkan keadaan awal dan keadaan akhir sistem tersebut.
Hukum kedua termodinamika dalam konsep entropi mengatakan, "Sebuah proses alami yang bermula di dalam satu keadaan kesetimbangan dan berakhir di dalam satu keadaan kesetimbangan lain akan bergerak di dalam arah yang menyebabkan entropi dari sistem dan lingkungannya semakin besar".
Jika entropi diasosiasikan dengan kekacauan maka pernyataan hukum kedua termodinamika di dalam proses-proses alami cenderung bertambah ekivalen dengan menyatakan, kekacauan dari sistem dan lingkungan cenderung semakin besar.
Di dalam ekspansi bebas, molekul-molekul gas yang menempati keseluruhan ruang kotak adalah lebih kacau dibandingkan bila molekul-molekul gas tersebut menempati setengah ruang kotak. Jika dua benda yang memiliki temperatur berbeda T1 dan T2 berinteraksi, sehingga mencapai temperatur yang serba sama T, maka dapat dikatakan bahwa sistem tersebut menjadi lebih kacau, dalam arti, pernyataan "semua molekul dalam sistem tersebut bersesuaian dengan temperatur T adalah lebih lemah bila dibandingkan dengan pernyataan semua molekul di dalam benda A bersesuaian dengan temperatur T1 dan benda B bersesuaian dengan temperatur T2".
Di dalam mekanika statistik, hubungan antara entropi dan parameter kekacauan adalah, pers. (1):
S = k log w
dimana k adalah konstanta Boltzmann, S adalah entropi sistem, w adalah parameter kekacauan, yakni kemungkinan beradanya sistem tersebut relatif terhadap semua keadaan yang mungkin ditempati.
Jika ditinjau perubahan entropi suatu gas ideal di dalam ekspansi isotermal, dimana banyaknya molekul dan temperatur tak berubah sedangkan volumenya semakin besar, maka kemungkinan sebuah molekul dapat ditemukan dalam suatu daerah bervolume V adalah sebanding dengan V; yakni semakin besar V maka semakin besar pula peluang untuk menemukan molekul tersebut di dalam V. Kemungkinan untuk menemukan sebuah molekul tunggal di dalam V adalah, pers. (2):
W1 = c V
dimana c adalah konstanta. Kemungkinan menemukan N molekul secara serempak di dalam volume V adalah hasil kali lipat N dari w. Yakni, kemungkinan dari sebuah keadaan yang terdiri dari N molekul berada di dalam volume V adalah, pers.(3):
w = w1N = (cV)N.
Jika persamaan (3) disubstitusikan ke (1), maka perbedaan entropi gas ideal dalam proses ekspansi isotermal dimana temperatur dan banyaknya molekul tak berubah, adalah bernilai positip. Ini berarti entropi gas ideal dalam proses ekspansi isotermal tersebut bertambah besar.
Definisi statistik mengenai entropi, yakni persamaan (1), menghubungkan gambaran termodinamika dan gambaran mekanika statistik yang memungkinkan untuk meletakkan hukum kedua termodinamika pada landasan statistik. Arah dimana proses alami akan terjadi menuju entropi yang lebih tinggi ditentukan oleh hukum kemungkinan, yakni menuju sebuah keadaan yang lebih mungkin. Dalam hal ini, keadaan kesetimbangan adalah keadaan dimana entropi maksimum secara termodinamika dan keadaan yang paling mungkin secara statistik. Akan tetapi fluktuasi, misal gerak Brown, dapat terjadi di sekitar distribusi kesetimbangan. Dari sudut pandang ini, tidaklah mutlak bahwa entropi akan semakin besar di dalam tiap-tiap proses spontan. Entropi kadang-kadang dapat berkurang. Jika cukup lama ditunggu, keadaan yang paling tidak mungkin sekali pun dapat terjadi: air di dalam kolam tiba-tiba membeku pada suatu hari musim panas yang panas atau suatu vakum setempat terjadi secara tiba-tiba dalam suatu ruangan. Hukum kedua termodinamika memperlihatkan arah peristiwa-peristiwa yang paling mungkin, bukan hanya peristiwa-peristiwa yang mungkin.
Diambil dari Halliday-Resnick, Fisika, alih bahasa Silaban-Sucipto, Erlangga, Jakarta, 1990.

Sabtu, 25 Februari 2012

Alasan Ilmiah Bahaya Menatap Gerhana Matahari

Graphics shows the solar eclipse lasting for over six minutes on July 22, according to the Chinese Academy of Sciences Purple Mountain Observatory.
Graphics shows the solar eclipse lasting for over six minutes on July 22, according to the Chinese Academy of Sciences Purple Mountain Observatory.

Gerhana Matahari pada tanggal 22 Juli 2009 konon disebut-sebut oleh para astronomom sebagai Gerhana Matahari Total terpanjang di Abad 21 dengan periode gerhana matahari total selama 6 menit 39 detik. Ini berarti selama lebih 91 tahun yang akan datang, bumi tidak pernah akan mengalami Gerhana Matahari Total dengan durasi lebih dari 6 menit. Itu hasil perhitungan ilmuwan dan angka 6 menit 39 detik sudah dihitung oleh para astronom jauh hari. Dan daerah yang menjadi pusat pengamatan istimewa “kegelapan di siang hari” adalah kota Shanghai – China dan pulau-pulau di bagian selatan Jepang. Dengan alasan ini pula, para ilmuwan hingga observer amatiran dari berbagai penjuru dunia “rela” berekreasi ke Shanghai-China hanya melihat 6 menit momen “kegelapan di siang hari“.

Setidaknya ada dua alasan umum mengapa mereka begitu antusias melihat fenomena alam yang satu ini. Pertama, karena durasi gerhana matahari total kali ini sangat lama, maka kesempatan melihat peristiwa ini merupakan momen yang hanya dapat dilihat sekali seumur hidup (asumsi usia manusia kurang dari 100 tahun). Kedua, terutama bagi para saintis, momentum gerhana matahari total dapat dijadikan sumber data “membongkar rahasia matahari”, terutama struktur matahari, ledakan serta fenomena temperatur matahari.
Untuk melihat fenomena gerhana matahari total, mata kita tidaklah boleh menatap langsung ke arah matahari yang tertutup bulan. Itulah yang disampaikan dalam buku-buku pengetahuan alam dari SD hingga SMA. Meskipun, pada siang hari bolong terjadi suasana “malam” hari karena cahaya matahari tertutup oleh bulan, namun justru “kegelapan dalam siang hari” yang dapat membuat mata kita celaka. Mengapa?

Alasan Ilmiah Bahaya Menatap Gerhana Matahari Secara Langsung


Bagi astronom terutama pengamat bintang, fenomena gerhana matahari menjadi fenomena astronomi yang spektakuler. Namun ini bukan berarti masyarakat awam (amatiran) tidak memiliki hasrat yang besar untuk menyaksikan fenomena alam ini, karena mereka ingin mengalami secara langsung maupun untuk mendokumentasikan fenomena langka ini.
Graphics shows five highlights of the total solar eclipse recommended by the astronomers on July 21, 2009.
Graphics shows five highlights of the total solar eclipse recommended by the astronomers on July 21, 2009.
Gambar di atas menunjukan seorang pria China sedang menggunakan kacamata “gerhana matahari”. Kacamata “gerhana matahari” ini didesain khusus untuk mengurangi penyerapan (absorspi) energi cahaya matahari masuk ke mata.  Atau dengan bahasa sederhana, kacamata “gerhana matahari” merupakan pelindung mata. Tentunya, kita tidak perlu menggunakan kacamata “gerhana matahari” untuk melihat gerhana bulan. Karena secara ilmiah, adalah aman untuk menatap langsung gerhana bulan pada malam hari.

Mengapa Bahaya?

Berdasarkan penjelasan Prof B. Ralph Chou, bahwa meskipun 99% cahaya matahari terlindung oleh bulan pada peristiwa gerhana matarahari sehingga wilayah umbra bumi menjadi gelap (seperti malam), namun tetap ada cahaya radiasi dari matahari yang sampai ke bumi, dan sampai ke mata (jika kita langsung menatap dengan mata telanjang). Dan perlu diingat, cahaya matahari terdiri dari berbagai gelombang sinar baik dari sinar tampak (pelangi : me-ji-ku-hi-bi-ni-u) maupun sinar tidak tampak seperti UV yang berenergi dan berfrekuensi tinggi (panjang gelombang 290 nm) hingga sinar cahaya dengan gelombang radio yang berenergi dan berfrekuensi rendah (panjang gelombang beberapa meter) .
A Total eclipse in the umbra. B Annular eclipse in the antumbra. C Partial eclipse in the penumbra
A Total eclipse in the umbra.
B Annular eclipse in the antumbra.
C Partial eclipse in the penumbra
Pada organ mata,sinar cahaya UV dengan panjang gelombang sekitar 380 nm akan langsung ditransmisikan ke retina (bagian belakang organ mata yang sensitif). Dan berdasarkan fisiologi struktur mata, cahaya radiasi UV merupakan penyebab terjadinya reaksi kimia yang mempercepat penuaan lapisan mata yang akan membuat katarak atau dalam kondisi menatap langsung gerhana matahari dapat menyebabkan “retina terpanggang”.
Besarnya intensitas sinar UV yang menempus ke retina menyebabkan kerusakan pada sel batang (rod cell) dan kerucut (cone cell) pada mata. Cahaya matahari (khusus komponen UV) menjadi pemicu serangkaian reaksi kimia pada sel-sel mata yang mana akan merusak kemampuan sel tersebut merespons objek visual. Dan dalam intensitas yang besar dan lama, akan menyebabkan kerusakan parah pada sel mata. Yang pada akhirnya akan menyebabkan mata mengalami buta sementara atau bahkan buta “abadi” (maksudnya tidak bisa disembuhkan).
Bagaimana Cahaya Sampai ke Retina?
Seperti yang kita pelajari di waktu bangku sekolah, pupil manusia memiliki fungsi yang serupa dengan diafragma pada kamera. Pupil dapat melebar atau menyempit tergantung jumlah cahaya yang memasuki mata. Pada suasana gelap, diameter pupil membesar sampai 8 mm untuk mengumpulkan cahaya yang cukup. Di siang hari yang terik, diameternya menyusut hingga 2 mm, bahkan mampu mengecil sampai sekitar 1,5 mm jika berhadapan dengan cahaya yang menyilaukan. Membesar atau menyusutnya ukuran pupil mata sangat tergantung resons saraf atas kondisi visual yang terlihat (tidak termasuk sinar tidak tampak seperti Infrared, X, UV, TV, Radio atau gamma). Sehingga dalam berbagai kasus, kita sering mendengar bahwa sinar infrared atau gelombang sinar X tidak boleh langsung kena mata, karena dapat menyebabkan katarak dan kebutaan.
Begitu juga dalam kasus Gerhana Matahari. Syaraf kita penglihatan melihat seolah-olah gelapnya dunia karena gerhana matahari berarti tidak ada sinar matahari yang mencapai kebumi. Padahal dengan ukuran yang sangat besar dari matahari pada saat gerhana matahari tidak total, maka ada sejumlah sinar yang sampai ke bumi yang tidak bisa dideteksi oleh mata. Ini mirip kita mencoba melihat sinar gelombang Infrared pada HP ketika transmisi data antar dua HP. Dalam hal ini, ada keterbatasan secara fisik pupil mata kita dalam pengaturan cahaya. Secara hitungan kasar, cahaya langsung dari matahari harus dilemahkan antara 10.000 hingga 50.000 kali agar aman  bagi mata. Sehingga secara otomatis, pada siang hari bolong, kita akan cenderung menghindari menatap matahari secara langsung dan sebaliknya pada kondisi gelap (malam), pupil kita akan membuka selebar mungkin.
Perilaku pupil mata manusia pada malam hari ternyata sama ketika terjadi gerhana matahari. Pada saat gerhana, pancaran cahaya matahari terhalang sebagian oleh bulan sehingga bumi menjadi gelap (masuk wilayah umbra-penumbra) , dan sehingga reaksi pupil mata secara alami membesar. Dan di saat orang menatap langsung ke matahari yang terlindung oleh bulan, pupil mata tidak bereaksi secara signfikan, padahal radiasi sinar-sinar UV tetap menempus ke bumi, menempus ke retina mata, yang sedang merusak sel batang dan kerucut mata.
Kefatalan akan terjadi bila kita sering atau dengan durasi lama menatap secara langsung ke matahari, karena pada saat itu bukan sinar tampak saja yang menembus mata, tetapi sinar-sinar berbahaya seperti UV tetap menerobos masuk menghasilkan reaksi kimia yang merusak sel mata.  Belum lagi, gelombang sinar inframerah (infrared) yang terkandung dalam sinar matahari turut “memanggang” (fotokoagulasi) sel batang dan kerucut.
Pengecualian
Setiap terjadinya gerhana matahari total, umumnya selalu ada fase gerhana matahari cincin, sabit,  dan gerhana matahari sebagian. Satu-satunya jenis gerhana pengecualian yang mana mata boleh secara langsung menatap ke gerhana matahari adalah pada fase gerhana matahari total yakni ketika sinar matahari benar-benar tertutup oleh bulan (100%). Namun periode ini sangat singkat dan memang jarang terjadi. Umumnya yang terjadi adalah gerhana matahari cincin, sabit atau setengah.  Dan yang paling berbahaya adalah menatap langsung gerhana matahari yang setengah atau cincin. Bahkan seperti pada bagian penjelasan sebelumnya, meskipun 99% permukaan matahari (fotosfer) tertutup oleh Bulan, kondisi ini tetap sangat berbahaya bagi mata jika kita menatap gerhana tanpa alat khusus.
Agar dapat melihat fenomena gerhana matahari, sudah banyak caranya. Salah satunya dengan menggunakan kacamata khusus seperti gambar di atas. Cara lain adalah melihat fenomena gerhana matahari tersebut diatas bayangan air (baik di kolam maupun di wajan). Atau membuat layar gelap di sebuah ruang (kotak) agar gerhana matahari tertangkap dilayar, dan kita melihatnya secara tidak langsung.

Terjadinya Gerhana Matahari dan Bulan


 
Terjadi ketika posisi Bulan terletak di antara Bumi dan Matahari sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Matahari. Walaupun Bulan lebih kecil, bayangan Bulan mampu melindungi cahaya matahari sepenuhnya karena Bulan yang berjarak rata-rata jarak 384.400 kilometer dari Bumi lebih dekat dibandingkan Matahari yang mempunyai jarak rata-rata 149.680.000 kilometer.
 
 
Gerhana matahari dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:
  • Gerhana Matahari Total (GMT) = Total Solar Eclipse
Sebuah gerhana matahari dikatakan sebagai gerhana total apabila saat puncak gerhana, piringan Matahari ditutup sepenuhnya oleh piringan Bulan. Saat itu, piringan Bulan sama besar atau lebih besar dari piringan Matahari. Ukuran piringan Matahari dan piringan Bulan sendiri berubah-ubah tergantung pada masing-masing jarak Bumi-Bulan dan Bumi-Matahari.
  • Gerhana Matahari Sebagian (GMS) = Partial Solar Eclipse
Gerhana sebagian terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari piringan Matahari. Pada gerhana ini, selalu ada bagian dari piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan.
  • Gerhana Matahari Cincin (GMC) = Annular Solar Eclipse
Gerhana cincin terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari piringan Matahari. Gerhana jenis ini terjadi bila ukuran piringan Bulan lebih kecil dari piringan Matahari. Sehingga ketika piringan Bulan berada di depan piringan Matahari, tidak seluruh piringan Matahari akan tertutup oleh piringan Bulan. Bagian piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan, berada di sekeliling piringan Bulan dan terlihat seperti cincin yang bercahaya.
 
 
Gerhana matahari tidak dapat berlangsung melebihi 7 menit 40 detik. Ketika gerhana matahari, orang dilarang melihat ke arah Matahari dengan mata telanjang karena hal ini dapat merusakkan mata secara permanen dan mengakibatkan kebutaan.
Melihat secara langsung ke fotosfer matahari (bagian cincin terang dari matahari) walaupun hanya dalam beberapa detik dapat mengakibatkan kerusakan permanen retina mata karena radiasi tinggi yang tak terlihat yang dipancarkan dari fotosfer. Kerusakan yang ditimbulkan dapat mengakibatkan kebutaan. Mengamati gerhana matahari membutuhkan pelindung mata khusus atau dengan menggunakan metode melihat secara tidak langsung. Kaca mata sunglasses tidak aman untuk digunakan karena tidak menyaring radiasi inframerah yang dapat merusak retina mata.
 
 
 
Gerhana Bulan
 
Terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Itu terjadi bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi.
 
 
Dengan penjelasan lain, gerhana bulan muncul bila bulan sedang beroposisi dengan matahari. Tetapi karena kemiringan bidang orbit bulan terhadap bidang ekliptika, maka tidak setiap oposisi bulan dengan matahari akan mengakibatkan terjadinya gerhana bulan. Perpotongan bidang orbit bulan dengan bidang ekliptika akan memunculkan 2 buah titik potong yang disebut node, yaitu titik di mana bulan memotong bidang ekliptika. Gerhana bulan ini akan terjadi saat bulan beroposisi pada node tersebut. Bulan membutuhkan waktu 29,53 hari untuk bergerak dari satu titik oposisi ke titik oposisi lainnya. Maka seharusnya, jika terjadi gerhana bulan, akan diikuti dengan gerhana matahari karena kedua node tersebut terletak pada garis yang menghubungkan antara matahari dengan bumi.
 
Sebenarnya, pada peristiwa gerhana bulan, seringkali bulan masih dapat terlihat. Ini dikarenakan masih adanya sinar matahari yang dibelokkan ke arah bulan oleh atmosfer bumi. Dan kebanyakan sinar yang dibelokkan ini memiliki spektrum cahaya merah. Itulah sebabnya pada saat gerhana bulan, bulan akan tampak berwarna gelap, bisa berwarna merah tembaga, jingga, ataupun coklat. Gerhana bulan dapat diamati dengan mata telanjang dan tidak berbahaya sama sekali.
 
 

Gerhana Bulan dapat dielompokkan menjadi 3 jenis yaitu:

 
  • Gerhana Bulan Total (GBT)  =  Total Lunar Eclipse
Pada gerhana ini, bulan akan tepat berada pada daerah umbra sehingga muka  tertutup total.
 
  • Gerhana Bulan Sebagian (GBS) = Partial Lunar Eclipse
Pada gerhana ini, tidak seluruh bagian bulan terhalangi dari matahari oleh bumi. Sedangkan sebagian permukaan bulan yang lain berada di daerah penumbra. Sehingga masih ada sebagian sinar matahari yang sampai ke permukaan bulan.
 
  • Gerhana Bulan Penumbra (GBP) = Penumbral Lunar Eclipse
Pada gerhana ini, seluruh bagian bulan berada di bagian penumbra. Sehingga bulan masih dapat terlihat dengan warna yang suram.
 
  • Gerhana Bulan Penumbra Sebagian (GBPS) = Partial Penumbral Lunar Eclipse
Pada gerhana ini, sebagian bagian bulan berada di bagian penumbra. Sehingga bulan masih dapat terlihat dengan warna yang suram sebagaian di sisi yang tertutup penumbra.

Shalat di Daerah Kutub


بسم الله الرحمن الرحيم



Deskripsi Permasalahan
Shalat adalah kewajiban individual bagi setiap muslim mukallaf. Urgensi shalat bagi seorang muslim adalah bahwa shalat adalah tiang agama, barang siapa menjalankannya berarti dia telah mengokohkan agamanya dan barang siapa meninggalkannya berarti dia telah menghancurkan agamanya. Selain itu, ada salah satu hadis yang menyatakan bahwa pertama kali yang akan dihisab dipadang mahsyar pada hari pembalasan adalah sholat. Kualitas dan kuantitas shalat seseorang akan mempengaruhi nasib kehidupan selanjutnya, di Neraka atau Surga. Dimanapun mereka berada selalu dituttut untuk menjalankannya selama dia tidak mendapatkan udzur syar’iyyah.

 Dalam aplikasinya, di daerah yang secara geografis adalah kawasan normal seseorang tidak akan mengalami kesulitan dalam menjalankannya. Kiafiat (Tata cara) dan waktunya telah terjadwal secara pasti dan teratur. Namun hal ini akan berbeda bila kita melihat kondisi di daerah abnormal atau kutub (utara/selatan). Karena secara geografis di sana termasuk kawasan beriklim ekstrim. Di daerah abnormal, adakalanya waktu siang lebih pendek dari waktu malamnya dan adakalanya pula waktu malam lebih pendek dari waktu siangnya. Sedangkan di daerah kutub, di sana matahari tidak melintas di atas kepala selama enam bulan penuh, lamanya siang dan malam  mencapai 6 bulan atau setengah tahun.
B.  Rumusan Masalah
Bagaimana cara menentukan waktu sholat di daerah yang secara geografis memiliki iklim yang abnormal dan bagaimana pula penentuan waktu shalat di kutub utara dan selatan.
C.    Pembahasan
Pada prinsipnya ajaran Islam sesuai dengan tujuan pensyariatan agama mengandung substansi menghilangkan kesukaran (Adamul Kharaj). Rasulullah pun bersabda bahwasanya agama itu mudah namun jangan dipermudah. Artinya esensi karakteristik ajaran islam adalah kemudahan. Hal ini tentunya membawa konsekuensi terhadap ajaran agama itu sendiri, agar tetap dapat dijalankan dengan baik dan benar. Dalam prinsip tasyri’ fikih islam dikenal pula istilah taqlilu takalif (meringankankan beban) hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-baqarah, terkait dengan pelaksanaan ajaran agama : “Allah tidak membebankan kepada seseorang kecuali apa yang dia mampu untuk mengerjakannya”. Al-Baqarah :286
Lebih lanjut, sudah menjadi ketetapan bahwa shalat merupakan salah satu komponen utama dalam ajaran islam. Tata cara pelaksanaan shalat telah diatur dalam nash agama, termasuk dalam hal penentuan waktu shalat. Allah telah menegaskan di dalam Al Qur’an bahwa setiap sholat itu sudah ditentukan waktunya.
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An Nisaa 103)
Dalam hadis riwayat  Muslim Nabi bersabda:
Sholat Dhuhur “Waktu dhuhur adalah apabila telah tergelincir matahari hingga terjadi bayangan seseorang itu sama dengan panjangnya, selama belum datang lagi waktu Ashar selama belum kuning matahari dan waktu Maghrib Selama belum terbentuknya syafaq dan waktu Isya’ hingga separuh malam, dan waktu sholat Shubuh dari terbit fajar selam belum terbit matahari. Apabila telah terbit matahari maka janganlah kamu bershalat karena sesungguhnya matahari itu terbit antara dua tanduk syetan” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr r.a)
Pada dasarnya jadwal shalat atau ibadah lainnya seperti puasa adalah mengikuti peredaran matahari di tempat dimana seseorang berada. Kalau di Indonesia, seseorang mengikuti jadwal shalat yang ada di Indonesia, kalau di Arab Saudi, mengikut jadwal shalat di Arab Saudi dan ketika di Prancis mengikuti jadwal di Prancis. Selama siklus pergantian siang dan malam dalam kisaran waktu 24 jam, maka masih dianggap normal.
               Secara umum, waktu shalat bergantung sepenuhnya pada posisi Matahari, dalam hal ketinggiannya atau sudutnya. Detailnya adalah sebagai berikut :
                                   
1.      Awal Imsak : 10 - 8 menit sebelum awal Shubuh
2.      Awal Shubuh : Saat fajar shadiq (eastern twilight/cahaya fajar) tepat mulai muncul di horizon timur.
3.      Akhir Shubuh : saat bagian teratas cakram Matahari tepat menyentuh horizon semu bagian timur.
4.      Awal Dhuha : saat tinggi Matahari sepenggalah (setombak).
5.      Awal Dhuhur : saat bagian timur cakram Matahari tepat mulai meninggalkan meridian setempat atau tepat mulai meninggalkan titik kulminasi atas (titik transit).
6.      Awal 'Ashar : ada beberapa pendapat. Namun secara singkat bisa dikatakan, terjadi saat panjang bayang-bayang benda mencapai 1 - 3 kali lipat panjang bendanya sendiri di kala Matahari transit.
7.      Awal Maghrib : saat bagian teratas cakram Matahari tepat mulai meninggalkan horizon semu bagian barat.
8.      Awal Isya' : saat cahaya senja (western twilight) tepat mulai menghilang dari horizon barat.
               Adapun mengenai penentuan waktu shalat didaerah yang secara geografis adalah daerah abnormal/kutub, ada beberapa pendapat mengenai tata cara penentuan waktu shalat di daerah tersebut:
1.      Pendapat yang mengatakan untuk daerah yang sama sekali tidak diketahui waktu fajar dan maghribnya, seperti daerah kutub (utara dan selatan), penentuan waktu shalat dengan cara mengira-kira waktu sesuai dengan keadaan normal, karena pergantian malam dan siang terjadi enam bulan sekali, maka waktu sahur dan berbuka juga menyesuaikan dengan daerah lain seperti diatas. Jika di Mekkah terbit fajar pada jam 04.30 dan maghrib pada jam 18.00, maka mereka juga harus memperhatikan waktu itu dalam memulai puasa atau ibadah wajib lainnya.
وذلك قياسًا على التقدير الوارد في حديث الدجال الذي جاء فيه: قلنا: يا رسول الله، وما لُبْثُه في الأرض؟أي  الدجال- قال: " أربعون يومًا، يومٌ كسنةٍ، ويومٌ كشهرٍ، ويومٌ كجمعةٍ..:. إلى أن قال: قلنا: يا رسول الله، هذا اليوم كسنة أتكفينا فيه صلاة يوم وليلة؟ قال: "لا، اقْدُرُوا له قَدْرَه). أخرجه مسلم وأبو داود
Fatwa ini didasarkan pada Hadis Nabi SAW menanggapi pertanyaan Sahabat tentang kewajiban shalat di daerah yang satu harinya menyamai seminggu atau sebulan atau bahkan setahun. "Wahai Rasul, bagaimana dengan daerah yang satu harinya (sehari-semalam) sama dengan satu tahun, apakah cukup dengan sekali shalat saja". Rasul menjawab "tidak... tapi perkirakanlah sebagaimana kadarnya (pada hari-hari biasa)". [HR. Muslim]
Dan demikianlah halnya kewajbaan -kewajiban yang lain seperti puasa, zakat dan haji.
2.      Pendapat yang mengatakan bahwa penentuan waktu shalat di daerah abnormal (kutub) mengikuti daerah normal terdekat.
Jika siklus pergantian siang dan malam sudah lebih dari 24 jam, misalnya waktu malam berlangsung hingga tiga hari seminggu atau sebulan demikian juga siangnya seperti yang terjadi di daerah dekat kutub. Maka ketika itu kita dibolehkan mengkuti daerah terdekat yang siklus pergantian siang dan malamnya bekisar 24 jam.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Wahbah Zuhaily dalam kitabnya Al-fiqhul Islami wa adillatuhu yang menyatakan bahwa dimana daerah yang mengalami perubahan waktu malam terus atau waktu siang terus maka waktu shalatnya adalah mengikuti daerah terdekat.
وأجمع المسلمون على أن الصلوات الخمس مؤقتة بمواقيت معلومة محدودة، ثبتت في أحاديث صحاح جياد، وتجب الصلاة بأول الوقت وجوباً موسعاً إلى أن يبقى من الوقت ما يسعها فيضيق الوقت حينئذ. وفي المناطق القطبية ونحوها يقدرون الأوقات بحسب أقرب البلاد إليهم، أو بميقات مكة المكرمة
3.      Dalam buku  Fiqh As-Sunnah, Sheikh Sayyed Sabiq mengatakan:
التقدير في البلاد التي يطول نهارها ويقصر ليلها : اختلف الفقهاء في التقدير ، في البلاد التي يطول نهارها ، ويقصر ليلها ، والبلاد التي يقصر نهارها ، ويطول ليلها ، على أي البلاد يكون ؟ فقيل : يكون التقدير على البلاد المعتدلة التي وقع فيها التشريع ، كمكة والمدينة ، وقيل : على أقرب بلاد معتدلة إليهم]
 
 
Para Ulama berbeda pendapat  tentang penentuan waktu yang berada di daerah di mana hari sangat panjang dan malam sangat pendek.  Waktu mana yang harus mereka ikuti? Ada yang mengatakan mereka harus mengikuti norma-norma dari daerah di mana hukum Islam itu disyariatkan (yaitu Mekah atau Madinah). Sedangkan yang lain mengatakan bahwa mereka harus mengikuti timing dari daerah yang normal terdekat dengan mereka  dalam hal  hari dan malam.
4.      Dari penggalan paragraf di atas disimpulkan bahwa sebagian ulama berpendapat agar mengikuti waktu Makkah atau Madinah, dan sebagian berpendapat mengikuti daerah yang normal terdekat (aqrabul balad).
         Lebih spesifik lagi, dalam sidang yang diadakan oleh رابطة العالم الإسلامي yaitu melalui keputusan مجلس المجمع الفقهي الإسلامي dalam sidang yang dilaksanakan di Makkah pada tanggal 6 Rajab 1406 H, berkaitan dengan pembahasan mengenai waku shalat dan puasa bagi daerah yang abnormal (times for prayers and fasting at extreme latitudes) ditetapkan hal-hal sebagai berikut:
. تقسم المناطق ذات الدرجات العالية إلى ثلاثة أقسام
المنطقة الأولى: وهي التي تقع ما بين خطي العرض (45ْ) درجة و(48ْ) درجة شمالاً وجنوباً، وتتميز فيه العلامات الظاهرة للأوقات في أربع وعشرين ساعة طالت الأوقات أو قصرت.
المنطقة الثانية: وتقع ما بين خطي عرض (48ْ) درجة و(66ْ) درجة شمالاً وجنوباً، وتنعدم فيها بعض العلامات الفلكية للأوقات في عدد من أيام السنة، كأن لا يغيب الشفق الذي به يبتدئ العشاء وتمتد نهاية وقت المغرب حتى يتداخل مع الفجر.
المنطقة الثالثة: وتقع فوق خط عرض (66ْ) درجة شمالاً وجنوباً إلى القطبين، وتنعدم فيها العلامات الظاهرة للأوقات في فترة طويلة من السنة نهاراً أو ليلاً.
Kawasan yang abnormal / ekstrim di bagi menjadi tiga yaitu:
1.      Kawasan I  yang terletak antara 45-48 derajat LU-LS, dimana fenomena astronomi (rotasi) yang dibutuhkan adalah tidak lebih dari 24 jam.
2.      Kawasan II  yang terletak antara 48-66 derajat LU-LS, dimana fenomena astronomi tidak muncul selama beberapa hari dalam setahun seperti tidak hilangnya mega (senja) ketika masuknya waktu isya, dan tidak hilangnya batas waktu maghrib sampai masuknya waktu fajar.
3.      Kawasan I  yang terletak antara 66-up derajat LU-LS, dimana tidak muncul tanda-tanda rotasi matahari dan memanjangnya waktu siang atau waktu malam sampai berbulan-bulan.
Dengan melihat fenomena alam di atas, maka مجلس المجمع الفقهي الإسلامي  memfatwakan :
      والحكم في المنطقة الأولى: أن يلتزم أهلها في الصلاة بأوقاتها الشرعية، وفي الصوم بوقته الشرعي من تبيّن الفجر الصادق إلى غروب الشمس عملاً بالنصوص الشرعية في أوقات الصلاة والصوم، ومن عجز عن صيام يوم أو إتمامه لطول الوقت أفطر وقضى في الأيام المناسبة.
      والحكم في المنطقة الثانية أن يعيّن وقت صلاة العشاء والفجر بالقياس النسبي على نظيريهما في ليل أقرب مكان تتميّز فيه علامات وقتي العشاء والفجر، ويقترح مجلس المجمع خط (45ْ) باعتباره أقرب الأماكن التي تتيسر فيها العبادة أو التمييز، فإذا كان العشاء يبدأ مثلاً بعد ثلث الليل في خط عرض (45ْ) درجة يبدأ كذلك بالنسبة إلى ليل خط عرض المكان المراد تعيين الوقت فيه، ومثل هذا يقال في الفجر.
      والحكم في المنطقة الثالثة أن تقدر جميع الأوقات بالقياس الزمني على نظائرها في خط عرض (45ْ) درجة، وذلك بأن تقسم الأربع والعشرين ساعة في المنطقة من (66ْ) درجة إلى القطبين، كما تقسم الأوقات في خط عرض (45ْ) درجة[
 
1.Hukum kawasan I : dalam menentukan waktu shalat hendaknya penduduk di daerah menyesuaikan dengan waktu-waktu yang disyariatkan (mengikuti peredaran matahari), begitu pula dengan waktu berpuasa dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Dan barang siapa yang tidak mampu menyelesaikan ibadah puasanya karena terlalu panjang waktu siangnya, maka boleh berbuka dan menggantinya pada waktu yang lain.
2. Hukum kawasan II: waktu shalat isya dan fajar adalah dianalogikan dengan waktu terdekat, dan مجلس المجمع mengusulkan agar disamakan dengan waktu pada daerah 45 derajat. Misalnya jika waktu isya dimulai setelah 1/3 malam pada daerah 45 derajat, maka waktu isya dalam kawasan kedua ini juga dimulai setelah 1/3 malam. Begitu juga dalam menentukan waktu fajar.
3. Hukum kawasan III : penentuan waktu shalat dikira-kirakan  dengan waktu pada kawasan I (45 derajat). Oleh karena itu, dalam penentuan waktu shalat pada kawasan ini, harus dikira-kirakan kapan waktu fajar, shubuh, asar, dzuhur, maghrib, dan isya’ dengan kondisi pada kawasan I. artinya tidak mengikuti pergerakan matahari, tetapi mengikuti pergerakan jam.
D.    Kesimpulan
Bagi dearah yang abnormal dan ekstrim (seperti di kutub dimana siang dan malam masing-masing terjadi selama 6 bulan) maka dalam melaksanakan kewajiban shalat 5 waktu dan juga puasa dapat diperincikan sebagai berikut:
1.      Hukum kawasan I (45-48 derajat LU-LS)  Dalam menentukan waktu shalat hendaknya penduduk di daerah menyesuaikan dengan waktu-waktu yang disyariatkan (mengikuti peredaran matahari), begitu pula dengan waktu berpuasa dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Dan barang siapa yang tidak mampu menyelesaikan ibadah puasanya karena terlalu panjang waktu siangnya, maka boleh berbuka dan menggantinya pada waktu yang lain.
2.      Hukum kawasan II (48-66 derajat LU-LS ) Waktu shalat isya dan fajar adalah dianalogikan dengan waktu terdekat, dan مجلس المجمع mengusulkan agar disamakan dengan waktu pada daerah 45 derajat. Misalnya jika waktu isya dimulai setelah 1/3 malam pada daerah 45 derajat, maka waktu isya dalam kawasan kedua ini juga dimulai setelah 1/3 malam. Begitu juga dalam menentukan waktu fajar.
3.      Hukum kawasan III (66-up derajat LU-LS) Penentuan waktu shalat dikira-kirakan  dengan waktu pada kawasan I (45 derajat). Sederhananya  bisa dikira-kira berapa jam jarak antara Shubuh – Dhuhur - Ashar - Maghrib – Isya’.
Sedangkan pendapat lainnya penentuan waktu shalat didasarkan pada daerah terdekat atau disesuaikan dengan Makkah dan Madinah  (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq)
Wallahu A’lam bi shawab
Sumber : http://ad-dai.blogspot.com