Dr. Moedji Raharto, Ketua Program Studi Astronomi ITB membahas tafsir
dari aspek isyarat ilmiah. Moedji menggarisbawahi tiga fenomena dalam
rangkaian surat 91, 92 dan 93 (Asy-Syams, Ad-Dhuha dan Al-Lail).
“Allah mengingatkan kita akan fenomena Matahari, rotasi Bumi dan
atmosfer planet Bumi,” tutur Moedji. Rotasi Bumi dan revolusinya
mengelilingi Matahari menimbulkan fenomena siang dan malam. Kemudian ada
pula masa transisi antara siang dan malam yaitu fajar dan maghrib,
begitu pula masa-masa petang, menjelang waktu Ashar dsb.
Manusia bisa menikmati transisi antar waktu karena “kerjasama” ketiga
fenomena tersebut di atas. Matahari sebagai sumber cahaya yang sangat
kuat mengirimkan cahayanya ke Bumi yang mempunyai lapisan atmosfer.
Atmosfer yang berlapis-lapis, mengandung uap air, debu, aerosol dll.
yang mampu memantulkan cahaya. Karena kemampuan atmosfer tersebut,
ketika Matahari telah terbenam, kita masih melihat cahayanya yang
dipantulkan oleh atmosfer. Begitu pula ketika Shubuh, sebelum Matahari
muncul di horizon, cahayanya lebih dahulu disebarkan oleh atmosfer.
Moedji melanjutkan, bagi kita yang tinggal di daerah ekuator,
fenomena interaksi cahaya Matahari dan Bumi tidaklah begitu ekstrim.
Perbedaan waktu pencahayaan Matahari di lintang sekitar ekuator tidak
begitu jauh. Waktu Maghrib misalkan, hanya maju-mundur beberapa menit.
Namun di daerah lintang tinggi (di atas 60° LU atau di bawah 60° LS)
siang dan malam tidak sama panjangnya. Apalagi di daerah kutub. Ketika
Matahari berada di sebelah Utara sekitar bulan Juni, maka Kutub Utara
terus menerus mengalami malam (suhu rata-rata -80 °C). Sebaliknya, Kutub
Selatan Bumi mengalami siang terus menerus.
Dalam kondisi cuaca yang ekstrim seperti itu, kehidupan tentu menjadi
lebih sulit. “Saya tidak bisa membayangkan bagaimana misalnya
menentukan waktu Dhuha di daerah Kutub Utara,” ujar Moedji. Ketika
posisinya di utara sekitar bulan Juni, di Kutub Utara Matahari hanya
terlihat berputar-putar mengelilingi langit. Sama sulitnya lanjut
Moedji, jika kita memaksakan masyarakat Kutub Utara melihat hilal di
bulan Desember, ketika Matahari berada di selatan dan wilayah sekitar
kutub mengalami malam terus menerus. “Hal-hal seperti ini tentu perlu
dicari solusinya,” tukasnya.
Moedji menegaskan, fenomena rotasi Bumi dan revolusinya mengelilingi
Matahari tidak bisa dicampuri keberjalanannya oleh manusia.
Keberadaannya adalah bagian dari penyiapan alam ini untuk dimanfaatkan
manusia. Manusia pun telah diberi pikiran, sebagai jalan memanfaatkan
kedua fenomena tersebut. Penyiapan tersebut adalah bukti kekuasaan Allah
yang luar biasa. Mungkin itulah hikmahnya, mengapa dalam Alquran banyak
sekali tercantum ayat yang menyebut-nyebut peristiwa pagi dan petang. Wallahu a’lam bish shawab.
Sumber : http://salmanitb.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar