Akhir-akhir,
para sarjana Muslim Barat sedang giat melakukan pengkajian ilmu-ilmu
alam (kosmologi). Berbeda dengan para saintis modern, sarjana muslim
melihatnya dari perspektif qur’ani (wahyu). Bahkan, mereka memadukan
pengkajian keteraturan alam itu dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan
normatif dan ilmiah. Pendekatan normatif biasanya lebih menggunakan
kitab suci (al-qur’an) sebagai rujukan pertama, sedangkan pendekatan
ilmiah memilih pada ilmu atau penciptaan alam semesta ini. Keduanya saat
ini menjadi sangat penting untuk dikembangkan agar terjadi titik temu
yang sama-sama membuka jalan untuk menambah keimanan kepada Allah Swt.
(Sang Maha Pencipta).
Adalah
Bruno Guiderdoni, --- seorang sarjana Muslim Prancis ahli di bidang
Fisika dan Astronomi modern--- mengemukakan bahwa “Alam Semesta”
sesungguhnya mampu menjadi kitab (bacaan) yang menggiring kepada manusia
untuk mendekatkan diri kepada sang khaliq. Dalam sebuah karyanya
berjudul “Membaca Alam Membaca Ayat” (2004), Bruno
memperlihatkan kepada kita bahwa mempelajari alam sama halnya dengan
mempelajari ayat al-qur’an. Artinya, bahwa tanda-tanda ayat Tuhan bukan
hanya termaktub dalam wahyu normatif, melainkan juga terhampar luas di
muka bumi ini.
Islam
sangat menghargai kreatifitas manusia. Temuan-temuan sains modern yang
merupakan hasil kreasi manusia itu kini semakin membuktikan kebenaran
bahwa Islam adalah agama yang bersumber pada kitab integratif, yakni
teologis yang berupa wahyu kitab suci dan kosmologis yang berupa
hamparan alam semesta berserta isinya itu. Melalui kreasi dan
riset-riset ilmiah diharapkan kepada saintis Muslim modern mampu
membuktikan banyak temuan-temuan ilmiah yang mampu mengundang daya
ta’jub dan kebesaran akan Allah Swt. melalui hasil penciptaan-Nya itu.
Islam
memberi kesempatan kepada manusia supaya mendayagunakan intelektualnya
untuk mencari kebenaran. Pemikiran kosmologi seperti yang diungkapkan
Guiderdoni, menunjukkan kepada kita bahwa aspek kauniyah masih
langka disentuh manusia. Selama ini, kata Guiderdoni, wilayah kosmologi
sering dipandang terpisah dari kesatuan bangunan Islam maupun iman.
Padahal,
Islam/iman merupakan bentuk pengakuan bathiniyah dan lahiriyah yang
secara bersama-sama harus terjalin erat secara sepadan. Urusan iman
bukan hanya seputar masalah teologi, tetapi juga menyangkut masalah
tatanan alam. Banyak kesalahpahaman terhadap masalah ini. Akibatnya,
kepekaan manusia pada masalah alam sangat rendah. Tak berlebihan, jika
penggundulan hutan menyeruak, pencemaran dan polusi terjadi dimana-mana,
lantaran ketimpangan kesadaran yang tidak integratif.
Tuhan telah menciptakan alam ini untuk kepentingan manusia. Dan salah satu fungsi utama
dari adanya gagasan tentang Tuhan adalah untuk menjelaskan keteraturan
dan kesatuan alam semesta. Dalam Islam, kesatuan alam semesta dipandang
sebagai citra kesatuan prinsip ilahi (tauhid).
Kesatuan
alam yang berdasarkan prinsip tauhid telah melahirkan tata kosmos dan
energi pada kehidupan manusia. Tata kosmos, baik secara makro maupun
mikro adalah refleksi-refleksi ilahiyah yang membuktikan adanya
“eksistensi” yang realistis, yang mustahil bisa diingkari manusia.
Sebab, ketergantungan manusia kepada alam selama ini adalah
ketergantungan kepada Allah Swt yang mengatur dan menentukan nasip
manusia itu sendiri.
Keabsahan
tata kosmos memunculkan dirinya sebagai tanda-tanda yang dahsyat yang
sulit diukur dengan jangkauan logika. Tata kosmos besar, yang beredar
dalam formasi spiral, memberi keterangan kepada manusia bahwa sesuatu
yang teratur menurut garis aturnya disengajakan oleh satu energi dahsyat
yaitu energi Tuhan.
Energi
adalah dinamika spiritual yang ghaib yang hanya dimiliki Tuhan. Tuhan
melimpahkan energi itu kepada wujud-wujud material. Semua benda yang ada
di dalamnya mempunyai tenaga dan daya. Semua benda di alam ini hidup
dan bergerak dengan arah yang pasti sesuai garis takdir-Nya.
Temuan-temuan
sains Guiderdoni seputar kosmologis adalah kebenaran yang korelatif
dengan ayat-ayat Tuhan. Tujuan sains dalam Islam adalah untuk
memperlihatkan kesatuan alam semesta. Yaitu keteraturan seluruh bagian
aspeknya, bahwa tidak ada pelanggaran hukum (sunnahtullah) dalam jagad raya ini merupakan kesalahan organis.
Aspek Rububiyah
dalam Islam adalah menjamin pertumbuhan alam melalui tahapan-tahapan
yang berbeda-beda sampai mencapai kesempurnaan. Karenanya, alam bersifat
teleologis, berorientasi pertumbuhan dan ditakdirkan menuju
kesempurnaan. Sebab kalau tidak ada capur tangan Tuhan dalam keteraturan
alam ini niscaya tidak terpenuhi.
Jadi,
kapasitas hukum-hukum yang mengatur keteraturan dan keharmonisan alam
ini karena alam ini di ciptakan Tuhan dengan benar. Kebenaran alam
ciptaan Tuhan ini mengandung implikasi bahwa alam tunduk dan patuh tanpa
syarat kepada aturan dan hukum-hukum-Nya.
Pemahaman
dan pandangan kosmologi menghendaki keterlibatan positif manusia dalam
hidup dunia ini. Sehingga kosmologi mengandung dalam dirinya bahwa alam
ini tertib, harmonis, indah, bermakna (mempunyai tujuan, kegunaan, tidak
sia-sia). Pendek kata, kosmologi membimbing kita kepada sikap
berpengharapan atau optimis kepada alam ciptaan Tuhan, yang sikap itu
sendiri merupakan konsekuensi sikap serupa kepada Tuhan.
Dari
konsep ini, Islam menuntut manusia agar menyelidiki dan memahami
pola-pola Tuhan dalam alam, tidak hanya pola-pola yang terkandung dalam
ilmu-ilmu kealaman, tapi juga yang termanifestasi dalam tatanan umum dan
keindahan alam.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
|
Rabu, 29 Februari 2012
Ayat Allah di Alam Semesta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar