Rabu, 29 Februari 2012

Ayat Allah di Alam Semesta


Akhir-akhir, para sarjana Muslim Barat sedang giat melakukan pengkajian ilmu-ilmu alam (kosmologi). Berbeda dengan para saintis modern, sarjana muslim melihatnya dari perspektif qur’ani (wahyu). Bahkan, mereka memadukan pengkajian keteraturan alam itu dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan normatif dan ilmiah. Pendekatan normatif biasanya lebih menggunakan kitab suci (al-qur’an) sebagai rujukan pertama, sedangkan pendekatan ilmiah memilih pada ilmu atau penciptaan alam semesta ini. Keduanya saat ini menjadi sangat penting untuk dikembangkan agar terjadi titik temu yang sama-sama membuka jalan untuk menambah keimanan kepada Allah Swt. (Sang Maha Pencipta).
Adalah Bruno Guiderdoni, --- seorang sarjana Muslim Prancis ahli di bidang Fisika dan Astronomi modern--- mengemukakan bahwa “Alam Semesta” sesungguhnya mampu menjadi kitab (bacaan) yang menggiring kepada manusia untuk mendekatkan diri kepada sang khaliq. Dalam sebuah karyanya berjudul “Membaca Alam Membaca Ayat” (2004), Bruno memperlihatkan kepada kita bahwa mempelajari alam sama halnya dengan mempelajari ayat al-qur’an. Artinya, bahwa tanda-tanda ayat Tuhan bukan hanya termaktub dalam wahyu normatif, melainkan juga terhampar luas di muka bumi ini.
            Islam sangat menghargai kreatifitas manusia. Temuan-temuan sains modern yang merupakan hasil kreasi manusia itu kini semakin membuktikan kebenaran bahwa Islam adalah agama yang bersumber pada kitab integratif, yakni teologis yang berupa wahyu kitab suci dan kosmologis yang berupa hamparan alam semesta berserta isinya itu. Melalui kreasi dan riset-riset ilmiah diharapkan kepada saintis Muslim modern mampu membuktikan banyak temuan-temuan ilmiah yang mampu mengundang daya ta’jub dan kebesaran akan Allah Swt. melalui hasil penciptaan-Nya itu.
Islam memberi kesempatan kepada manusia supaya mendayagunakan intelektualnya untuk mencari kebenaran. Pemikiran kosmologi seperti yang diungkapkan Guiderdoni, menunjukkan kepada kita bahwa aspek kauniyah masih langka disentuh manusia. Selama ini, kata Guiderdoni, wilayah kosmologi sering dipandang terpisah dari kesatuan bangunan Islam maupun iman.
Padahal, Islam/iman merupakan bentuk pengakuan bathiniyah dan lahiriyah yang secara bersama-sama harus terjalin erat secara sepadan. Urusan iman bukan hanya seputar masalah teologi, tetapi juga menyangkut masalah tatanan alam. Banyak kesalahpahaman terhadap masalah ini. Akibatnya, kepekaan manusia pada masalah alam sangat rendah. Tak berlebihan, jika penggundulan hutan menyeruak, pencemaran dan polusi terjadi dimana-mana, lantaran ketimpangan kesadaran yang tidak integratif.
Tuhan telah menciptakan alam ini untuk kepentingan manusia. Dan salah satu fungsi utama dari adanya gagasan tentang Tuhan adalah untuk menjelaskan keteraturan dan kesatuan alam semesta. Dalam Islam, kesatuan alam semesta dipandang sebagai citra kesatuan prinsip ilahi (tauhid).
Kesatuan alam yang berdasarkan prinsip tauhid telah melahirkan tata kosmos dan energi pada kehidupan manusia. Tata kosmos, baik secara makro maupun mikro adalah refleksi-refleksi ilahiyah yang membuktikan adanya “eksistensi” yang realistis, yang mustahil bisa diingkari manusia. Sebab, ketergantungan manusia kepada alam selama ini adalah ketergantungan kepada Allah Swt yang mengatur dan menentukan nasip manusia itu sendiri.
Keabsahan tata kosmos memunculkan dirinya sebagai tanda-tanda yang dahsyat yang sulit diukur dengan jangkauan logika. Tata kosmos besar, yang beredar dalam formasi spiral, memberi keterangan kepada manusia bahwa sesuatu yang teratur menurut garis aturnya disengajakan oleh satu energi dahsyat yaitu energi Tuhan.
Energi adalah dinamika spiritual yang ghaib yang hanya dimiliki Tuhan. Tuhan melimpahkan energi itu kepada wujud-wujud material. Semua benda yang ada di dalamnya mempunyai tenaga dan daya. Semua benda di alam ini hidup dan bergerak dengan arah yang pasti sesuai garis takdir-Nya.
Temuan-temuan sains Guiderdoni seputar kosmologis adalah kebenaran yang korelatif dengan ayat-ayat Tuhan. Tujuan sains dalam Islam adalah untuk memperlihatkan kesatuan alam semesta. Yaitu keteraturan seluruh bagian aspeknya, bahwa tidak ada pelanggaran hukum (sunnahtullah) dalam jagad raya ini merupakan kesalahan organis.
Aspek Rububiyah dalam Islam adalah menjamin pertumbuhan alam melalui tahapan-tahapan yang berbeda-beda sampai mencapai kesempurnaan. Karenanya, alam bersifat teleologis, berorientasi pertumbuhan dan ditakdirkan menuju kesempurnaan. Sebab kalau tidak ada capur tangan Tuhan dalam keteraturan alam ini niscaya tidak terpenuhi.
Jadi, kapasitas hukum-hukum yang mengatur keteraturan dan keharmonisan alam ini karena alam ini di ciptakan Tuhan dengan benar. Kebenaran alam ciptaan Tuhan ini mengandung implikasi bahwa alam tunduk dan patuh tanpa syarat kepada aturan dan hukum-hukum-Nya.
Pemahaman dan pandangan kosmologi menghendaki keterlibatan positif manusia dalam hidup dunia ini. Sehingga kosmologi mengandung dalam dirinya bahwa alam ini tertib, harmonis, indah, bermakna (mempunyai tujuan, kegunaan, tidak sia-sia). Pendek kata, kosmologi membimbing kita kepada sikap berpengharapan atau optimis kepada alam ciptaan Tuhan, yang sikap itu sendiri merupakan konsekuensi sikap serupa kepada Tuhan.
Dari konsep ini, Islam menuntut manusia agar menyelidiki dan memahami pola-pola Tuhan dalam alam, tidak hanya pola-pola yang terkandung dalam ilmu-ilmu kealaman, tapi juga yang termanifestasi dalam tatanan umum dan keindahan alam.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar